Solusi
Krisis Yaman
Oleh
: Fatkurrohman, S.IP,M.Si[1]
Instabilitas
politik-keamanan di Yaman akhir-akhir ini semakin tidak terkendali. Korban
tewas terkait konflik yang terjadi di Yaman saat ini menurut PBB telah mencapai
angka 4,500 orang. Banyaknya korban yang tewas tersebut sebagian besar adalah
warga sipil yang jumlahnya kira-kira 2,110 orang. Jumlah korban yang tewas
sangat mungkin akan terus bertambah mengingat pemberontak Houthi memberikan
perlawanan sengit meski mendapatkan serangan bertubi-tubi dari koalisi Arab
yang dipimpin oleh Arab Saudi.
Jet-jet tempur
Uni Emirat Arab melakukan serangan udara ke kantong-kantong pertahanan Houthi setelah
45 tentara Uni Emirat Arab, 10 tentara Saudi dan 5 tentara Bahrain terbunuh di
Yaman. Pihak Houthi mengklaim bertanggung jawab atas terbunuhnya pasukan
koalisi Arab karena selama lima bulan terakhir mendapatkan serangan udara dari
koalisi Arab. Pertempuran yang berkepanjangan antara kedua belah pihak telah
mengakibatkan tidak hanya menelan korban jiwa, tetapi juga menimbulkan bencana
kelaparan dan pengungsian.
Kemudian yang
menjadi pertanyaannya adalah apa solusi yang terbaik yang bisa digunakan untuk
menyelesaikan krisis politik di Yaman?. Pertanyaan ini penting untuk kita
diskusikan karena krisis di Yaman telah banyak menelan korban jiwa yang
sebagian besarnya adalah warga sipil tak berdosa.
Krisis politik
di Yaman berawal ketika Arab Spring
melanda Timur Tengah pada tahun 2011. Pada saat itu para demonstran
menginginkan Presiden Saleh (1990-2012) untuk mundur dari jabatannya sebagai
Presiden Yaman. Tetapi, Presiden Saleh menolak untuk mundur sehingga terjadi
kekacauan politik (political chaos)
di Yaman. Pada tahun 2012, Presiden Saleh digantikan oleh wakilnya yakni
Abdrabbuh Mansour Hadi yang kemudian mendapat dukungan penuh dari Barat.
Houthi yang
berada di Yaman Utara melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Hadi karena
sejak awal dimarginalkan dan tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah. Pada
tahun 2014, Houthi merebut Sanaa, ibukota Yaman, yang kemudian dilanjutkan Kota
Aden dan kota-kota lain. Hal ini membuat Hadi harus menyingkir dari Yaman yang
kemudian mengendalikan pemerintahan Yaman dari tempat pengasingannya di Arab
Saudi.
Krisis politik
yang berkepanjangan di Yaman telah membuat Yaman berada di “ambang kehancuran (on the verge of total
collapse)”. Hal ini merujuk pada kenyataaan bahwa 21 juta di antara 26,7
juta penduduk Yaman membutuhkan bantuan kemanusiaan baik makanan, air bersih
maupun tempat tinggal. Fakta tersebut harus segera disikapi baik oleh
pihak-pihak yang terlibat dalam pertikaian maupun pihak internasional (PBB).
Solusi
Politik
Untuk merespon
krisis di Yaman pihak Dewan Keamanan (DK) PBB secara bulat telah mengeluarkan
resolusi 2201 pada tanggal 15 Februari 2015. Resolusi ini menyeru semua pihak
untuk menghentikan konflik dan menjamin proses transisi politik di Yaman.
Resolusi DK PBB tersebut bisa dikatakan tidak memberikan dampak yang signifikan
karena tiga kali gencatan senjata yang pernah disepakati oleh kedua belah pihak
ternyata gagal di tengah jalan.
Pembicaraan
damai (peace talks) yang dimediasi
PBB pada bulan Juni di Jenewa juga gagal menghasilkan kesepakatan gencatan
senjata (ceasefire agreement) karena
Houthi tidak mengirimkam delegasinya. Gagalnya gencatan senjata dan pembicaraan
damai diakibatkan tidak adanya saling percaya antara pihak-pihak yang bertikai.
Dalam konteks ini, utusan khusus PBB untuk masalah Yaman Ismail Ould Cheikh Ahmed harus mampu menyakinkan
pihak-pihak yang bertikai bahwa tidak akan ada serangan ke pihak lain dalam
masa gencatan senjata.
Ketika
pihak PBB bisa menyakinkan kedua belah pihak untuk betul-betul melakukan
gencatan senjata maka ada dua keuntungan yang akan diperoleh. Pertama adalah
bantuan kemanusiaan yang dikirimkan oleh PBB maupun ICRC bisa masuk ke zona
konflik dan keuntungan yang kedua adalah pembicaraan damai bisa dilaksanakan
secara baik. Jika pembicaraan damai bisa dilakukan maka transisi politik ada
kemungkinan bisa terwujud dengan baik.
Berpijak
dari analisa di atas maka bisa disimpulkan bahwa membangun rasa saling percaya
antara pihak yang bertikai adalah salah satu solusi jangka pendek yang harus
dilakukan oleh utusan khusus PBB. Jika ini berhasil dilaksanakan maka krisis politik
di Yaman diharapkan bisa segera berakhir. Wallahu
A’lam.
[1] Akademisi Universitas
Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Penulis Buku “Isu dan Realita Konflik Kawasan”