Welcome to the Enlightening Idea

The very powerful word combining of media makes it very overwhelming to change of the world

Sabtu, 09 Januari 2016

Intervensi Rusia di Suriah
Oleh:Fatkurrohman, S.IP, M.Si[1]

Tanggal 30 September Parlemen Rusia menyetujui permintaan Presiden Vladimir Putin untuk melaksanakan serangan udara di Suriah. Serangan ini merupakan keterlibatan pertama kali Rusia di Timur Tengah pasca kekalahan Rusia (Uni Soviet) atas kelompok Mujahidin di Afghanistan pada tahun 1979-1989. Serangan udara ini bertujuan untuk menarget tempat-tempat yang menjadi basis ISIS (the Islamic State of Iraq and Syria) di utara dan timur Suriah. Tetapi, pihak AS dan aliansinya mengklaim bahwa serangan udara Rusia ternyata lebih banyak menyasar kelompok anti rejim Bashar al-Assad daripada ISIS.
Jamak diketahui bahwa kelompok-kelompok anti rejim Assad ini merupakan pihak yang didukung oleh negara-negara Teluk dan dilatih secara khusus oleh CIA. Dukungan penuh AS dan negara-negara Teluk terhadap kelompok oposisi merupakan misi awal AS untuk menggantikan posisi Assad sebagai Presiden Suriah. Kepentingan AS melengserkan Assad adalah untuk memperkuat cengkraman pengaruhnya di Timur Tengah, sementara kepentingan negara-negara Teluk adalah menjaga eksistensi paham sunni di tengah mulai menguatnya pengaruh syiah di Timur Tengah.
Suriah merupakan negara yang berpenduduk 17 juta jiwa per 2014. Jumlah penganut paham sunni di Suriah mencapai 70%, sementara Syiah 13%. Saat ini, Suriah dikendalikan oleh syiah lewat pemerintahan Assad. Kondisi Suriah pasca bergulirnya Arab Spring telah membuat Suriah mengalami krisis politik yang tak kunjung usai. Korban jiwa akibat krisis politik yang terjadi sejak 2011 mencapai angka 250,000 orang sementara setengah dari jumlah penduduk Suriah kehilangan tempat tinggal.
Banyaknya korban jiwa yang tewas dalam krisis Suriah sangat mungkin akan terus bertambah seiring dengan serangan udara secara massif yang dilakukan oleh Rusia di kantong-kantong pertahanan ISIS di Suriah. Salah satu alasan utama mengapa Rusia melakukan serangan udara ke ISIS karena keberadaan ISIS di Suriah yang terus melebarkan pengaruhnya berpotensi menngancam kepentingan Rusia di Suriah. Kepentingan Rusia tidak hanya menjaga keberlangsungan rejim Assad, tetapi yang tidak kalah penting adalah mengamankan pangkalan militer (Naval Base) Rusia di Tartus, Suriah. Pangkalan ini sangat berarti bagi Rusia karena merupakan simbol pengaruh Rusia di Timur Tengah.
Upaya Rusia dalam memerangi ISIS bisa dikatakan tidak setengah-setengah. Dalam hal ini, Rusia juga membentuk aliansi baru yang terdiri dari Suriah, Iran, Irak untuk bersama-sama menempatkan ISIS sebagai musuh bersama (common enemy). Koalisi yang dipimpin Rusia ini sekaligus upaya untuk menjatuhkan pengaruh AS dan koalisinya yang selama ini dinilai gagal dalam memerangi ISIS di Timur Tengah khususnya di Suriah.
Picu Ketegangan
Jet-jet tempur Rusia yang melakukan serangan udara ke benteng-benteng pertahanan ISIS di Suriah diklaim oleh Turki telah melanggar zona ruang angkasanya. Hal ini sekaligus memicu terjadinya ketegangan antara Turki dan Rusia. Dalam konteks yang lebih luas, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan bahwa gangguan terhadap Turki sama halnya dengan gangguan terhadap NATO. Hal ini karena Turki merupakan salah satu di antara 28 anggota NATO yang terbentuk pada tahun 1949.
Bahkan secara jelas Sekjen NATO Stoltenberg menegaskan bahwa pelanggaran Rusia merupakan hal yang “tidak dapat diterima” dan NATO akan mengambil langkah yang serius yang mungkin akan menciptakan situasi yang berbahaya bagi Rusia. Munculnya ancaman dari Sekjen NATO ke Rusia sangat jelas menggambarkan ada rivalitas global dalam krisis politik di Suriah. Koalisi yang dipimpin oleh Rusia dalam mengamankan kepentingan politiknya di Suriah sangat jelas akan berhadapan dengan koalisi AS yang juga memiliki kepentingan di Suriah.
Jika dua belah pihak yakni koalisi pimpinan Rusia dan koalisi pimpinan AS tidak saling mengendalikan diri maka krisis politik di Suriah akan sangat sulit untuk diselesaikan. Hal ini tentu kontraproduktif dengan upaya solusi damai yang rencananya akan digelar bulan ini yang melibatkan negara-negara penentu konflik Suriah yakni Iran, Arab Saudi, Turki, Mesir, AS dan Rusia.
Berpijak dari analisa di atas maka dapat disimpulkan bahwa serangan udara Rusia ke Suriah berpotensi menimbulkan ketegangan yang lebih besar dalam pusaran krisis politik di Suriah. Untuk itu Rusia dan NATO diharapkan bisa saling mengendalikan diri dan mengedepankan solusi damai untuk menyelesaikan krisis Suriah. Wallahu A’lam.

[1] Akademisi Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Penulis Buku “Isu dan Realita Konflik Kawasan”.