Welcome to the Enlightening Idea

The very powerful word combining of media makes it very overwhelming to change of the world

Sabtu, 09 Januari 2016

Ketegangan Iran-Saudi
Oleh : Fatkurrohman, S.IP,M.Si[1]

Hubungan Iran dan Arab Saudi saat ini sedang memanas. Hal ini terjadi setelah pemerintah Saudi melakukan hukuman mati terhadap tokoh Syiah yang bernama Nimr al-Nimr. Pelaksanaan hukuman mati terhadap Nimr ini dilakukan oleh Saudi karena Nimr dianggap sebagai orang yang terlibat dalam kegiatan terorisme. Hukuman mati terhadap Nimr ini kemudian direspon oleh demonstran di Iran dengan cara melakukan pengerusakan terhadap kantor kedutaan Saudi di Iran.
Ketegangan Iran dan Saudi berlanjut dengan pemutusan hubungan diplomatik yang dilakukan oleh Saudi terhadap Iran. Langkah Saudi ini kemudian diikuti oleh sekutu-sekutunya di Timur Tengah dan Afrika seperti Bahrain, Kuwait dan Sudan. Sementara Uni Emirat Arab hanya melakukan pengurangan misi diplomatiknya terhadap Iran. Sikap Saudi dan sekutu-sekutunya tersebut secara jelas menggambarkan bahwa negara-negara tersebut ingin menjadikan Iran sebagai musuh bersama (common enemy) dalam percaturan politik Timur Tengah.
Hukuman mati yang dilakukan oleh Saudi terhadap tokoh Syiah Nimr tidak bisa dilepaskan dari sikap vokal Nimr yang anti pemerintah (keluarga kerajaan). Tidak hanya itu Nimr juga berani menyuarakan persamaan hak antara Syiah khususnya di Propinsi Timur di tengah mayoritas Sunni Arab Saudi. Nimr juga dianggap sosok yang berada di belakang layar terkait demonstrasi di wilayah Saudi timur pada tahun 2011.
Eksekusi terhadap Nimr merupakan klimaks dari perseteruan antara Arab Saudi dan Iran yang telah berjalan hampir tiga dekade pasca revolusi Islam Iran pada tahun 1979. Perang Iran-Irak pada tahun 1980-1988 semakin memperkeruh hubungan Saudi dan Iran. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari dukungan Arab Saudi terhadap Irak (Saddam Hussein) yang sama-sama berpahamkan Sunni. Sementara Iran berpegang pada pedoman paham Syiah. Munculnya paham Syiah dan Sunni ini tidak bisa dilepaskan dari perselisihan siapa yang seharusnya memimpin umat Islam pasca wafatnya Rasullallah Muhammad SAW. Paham Sunni dan Syiah memiliki perbedaan yang signifikan dari segi doktrin, ritual, hukum, teologi dan organisasi keagamaan.
Perseteruan antara Arab Saudi dan Iran saat ini tidak bisa dilepaskan dari akar perbedaan paham antar keduanya. Kedua negara yakni Arab Saudi dan Iran saling berlomba untuk menyebarkan pengaruhnya di Timur Tengah. Perlombaan pengaruh tersebut bisa kita lihat misalnya di Irak. Pasca tergulingnya rejim Saddam Hussein akibat invasi AS pada tahun 2003, konflik Sunni dan Syiah di Irak bisa dikatakan mengalami peningkatan yang tajam. Perebutan pengaruh dan adu kekuatan sering kali terjadi di Irak sehingga membuat Irak seperti medan pembunuhan (killing field). Kemudian dalam proses politiknya akhirnya Syiah mampu menancapkan kekuasaannya di Irak.
Untuk kasus terkini terkait dengan perlombaan pengaruh antara Arab Saudi dan Iran bisa kita lihat di Yaman dan Suriah. Untuk kasus Yaman, Iran melalui pemberontak Houthi (Syiah) melakukan pengambilan kekuasaan secara paksa dari tangan Abd Rabbuh Mansur Hadi (Sunni). Sementara di Suriah, rejim Bashar al-Assad yang berpahamkan Syiah didukung secara habis-habisan oleh Iran agar tetap berkuasa di Suriah di tengah gempuran oposisi yang berpahamkan Sunni.
Pertikaian antara Iran dan Arab Saudi yang jelas akan berdampak pada penyelesaian persoalan politik di Yaman dan Suriah. Kebekuan hubungan antara Iran dan Arab Saudi akan membuat persoalan di Yaman dan Suriah akan sangat sulit untuk diselesaikan. Hal ini karena Iran dan Arab Saudi merupakan aktor-aktor kunci yang memiliki kepentingan besar di Yaman dan Suriah. Proses penyelesain jalan damai yang saat ini sedang berjalan di Suriah akan sangat rentan terganggu jika hubungan Iran dan Arab Saudi belum bisa dicairkan. Hal yang sama juga terjadi di Yaman, di tengah krisis Yaman yang belum kunjung usai.
Berpijak dari analisa di atas maka bisa ditarik sebuah kesimpulan bahwa ketegangan yang terjadi antara Arab Saudi dan Iran saat ini tidak hanya berdampak pada kedua negara tersebut, tetapi juga akan berdampak pula pada proses penyelesaian persoalan yang ada di Suriah dan Yaman. Wallahu A'lam bishawab.

[1] Akademisi Fisipol UGM (Universitas Gadjah Mada) Yogyakarta.