Mempertimbangkan Jalur Gaza Sebagai
Konsulat Kehormatan Indonesia di
Palestina
Oleh: Fatkurrohman,S.IP,M.Si[1]
Pemerintah
Indonesia berencana membuka konsulat kehormatan di Ramallah, Palestina. Hal
ini dilakukan oleh pemerintah Indonesia
untuk meningkatkan kemitraan dengan Palestina yang selama ini dilaksanakan oleh
Kedutaan Indonesia di Yordania. Konsulat ini diharapkan akan mampu meningkatkan
pembangunan kapasistas dan mendorong kemerdekaan Palestina. Rencana pendirian
konsulat ini merupakan upaya pemerintahan Jokowi-JK untuk memenuhi janji
kampanyenya dalam pilpres tahun lalu.
Pasca kemenangan Jokowi-JK dalam pilpres tahun lalu,
Jokowi-JK berusaha untuk mewujudkan janji kampanyenya terkait kemerdekaan
Palestina. Hal ini dibuktikan dengan
upaya pemerintahan Jokowi-JK membangun konsulat kehormatan di Ramallah dalam
waktu dekat. Pemilihan kota Ramallah sebagai lokasi konsulat kehormatan
Indonesia di Palestina akan memunculkan kondisi yang dilematis bagi Indonesia.
Hal ini karena wilayah Ramallah dikontrol oleh Israel pasca kekalahan bangsa
Arab terhadap Israel dalam Perang Enam Hari pada tahun 1967.
Dalam hal ini, jika pemerintah Indonesia membuka konsulat
kehormatan di Ramallah maka Indonesia harus mendapatkan ijin dari Israel.
Selain itu, pemerintah Israel akan mengklaim bahwa berdirinya konsulat akan
dijadikan Israel sebagai legitimasi pengakuan Indonesia atas eksistensi Israel.
Hal ini tentu bertentangan dengan kebijakan luar negeri Indonesia yang sejak
awal memang tidak mengakui keberadaan Israel. Maka untuk itu Indonesia harus
mencari alternatif tempat yang lain agar tidak menjadi persoalan di kemudian
hari.
Alternatif tempat konsulat kehormatan yang ditawarkan
oleh pemerintah Palestina adalah Yerusalem. Kota ini dipilih oleh Palestina
karena merupakan wilayah administrasi PBB sehingga tidak perlu izin dengan
Israel. Meskipun begitu, Yerusalem yang merupakan kota tiga agama yakni Islam,
Yahudi, Kristen, dikontrol oleh Israel dan digunakan sebagai ibu kota Israel
meskipun tidak diakui oleh dunia internasional. Dalam draf rancangan Palestina,
Yerusalem juga dipilih oleh Palestina sebagai ibu kotanya kelak jika Palestina
sudah merdeka menjadi sebuah negara.
Pemilihan Yerusalem sebagai tempat konsulat Indonesia sangat rentan memunculkan
setidak-tidaknya dua hambatan. Pertama, secara de facto Yerusalem dikontrol oleh Israel dan yang kedua adalah banyaknya
pemukiman-pemukiman baru khususnya di Yerusalem Timur yang dibangun oleh PM Israel
Benjamin Netanyahu. Hal ini akan sulit diselesaikan mengingat resolusi
Palestina yang berisi penarikan mundur pasukan Isarel di Tepi Barat dan
Yerusalem Timur diveto oleh AS pada tanggal 30 Desember 2014.
Di tengah dilematisnya mencari lokasi pembangunan
konsulat kehormatan Indonesia maka Jalur Gaza bisa menjadi sebuah alternatif
yang bisa dipertimbangkan. Ada beberapa faktor yang penting mengapa Gaza bisa
dijadikan sebagai sebuah pilihan yang ideal untuk membangun konsulat kehormatan
Indonesia di Palestina.
Pertama, bersatunya Hamas dan Fatah. Terbentuknya
pemerintahan persatuan Palestina antara Hamas dan Fatah pada tanggal 23 April
2014 menjadi angin segar bagi Palestina. Hal ini karena kedua belah pihak telah
hampir sembilan tahun terpisah secara politik pasca kemenangan Hamas dalam
pemilu parlemen pada tahun 2006. Kemenangan Hamas kemudian dianulir oleh Barat
dan Hamas membentuk pemerintahan di Gaza pada tahun 2007. Sampai saat ini,
upaya-upaya untuk mengkonkretkan pemerintahan persatuan masih dilakukan
meskipun sempat terganggu akibat agresi Israel 8 Juli 2014. Secara umum kedua
belah pihak sepakat untuk membangun Palestina yang merdeka dan bermartabat.
Kedua, relawan kemanusiaan Indonesia. Banyaknya relawan
Indonesia yang masuk ke Gaza seperti Medical Emergency Rescue Committee (MER-C)
dan Komite Solidaritas Indonesia Untuk Palestina (KISPA) menjadi modal penting
bagi Indonesia. Kondisi ini tentu sangat penting dalam rangka menopang
optimalisasi konsulat kehormatan Indonesia. Dalam
hal ini, pemerintah Indonesia bisa mengambil beberapa dari relawan-relawan
tersebut untuk dijadikan staf di konsulat kehormatan karena mengetahui secara
jelas kondisi lapangan di Palestina khususnya Gaza. Selain itu, keberadaan
konsulat bisa digunakan untuk optimalisasi bantuan kemanusiaan Indonesia ke
Gaza dan sekaligus meningkatkan peran penting Rumah Sakit Indonesia di Gaza.
Berdasarkan analisa di atas maka bisa disimpulkan bahwa
Jalur Gaza bisa dijadikan alternatif terbaik dalam rencana pembangunan konsulat
kehormatan Indonesia. Hal ini mengingat keberadaan Ramallah dan Yerusalem
sangat mungkin meninmbulkan resistensi dan persoalan jika Indonesia memaksakan
kehendaknya untuk membangun konsulat di wilayah tersebut. Wallahu A’lam.
[1] Dosen Hubungan Internasional Universitas
Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.