Welcome to the Enlightening Idea

The very powerful word combining of media makes it very overwhelming to change of the world

Rabu, 04 Maret 2015

Mempertimbangkan Jalur Gaza Sebagai
Konsulat Kehormatan Indonesia di Palestina

Oleh: Fatkurrohman,S.IP,M.Si[1]

Pemerintah Indonesia berencana membuka konsulat kehormatan di Ramallah, Palestina. Hal ini  dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kemitraan dengan Palestina yang selama ini dilaksanakan oleh Kedutaan Indonesia di Yordania. Konsulat ini diharapkan akan mampu meningkatkan pembangunan kapasistas dan mendorong kemerdekaan Palestina. Rencana pendirian konsulat ini merupakan upaya pemerintahan Jokowi-JK untuk memenuhi janji kampanyenya dalam pilpres tahun lalu.
Pasca kemenangan Jokowi-JK dalam pilpres tahun lalu, Jokowi-JK berusaha untuk mewujudkan janji kampanyenya terkait kemerdekaan Palestina.  Hal ini dibuktikan dengan upaya pemerintahan Jokowi-JK membangun konsulat kehormatan di Ramallah dalam waktu dekat. Pemilihan kota Ramallah sebagai lokasi konsulat kehormatan Indonesia di Palestina akan memunculkan kondisi yang dilematis bagi Indonesia. Hal ini karena wilayah Ramallah dikontrol oleh Israel pasca kekalahan bangsa Arab terhadap Israel dalam Perang Enam Hari pada tahun 1967.
Dalam hal ini, jika pemerintah Indonesia membuka konsulat kehormatan di Ramallah maka Indonesia harus mendapatkan ijin dari Israel. Selain itu, pemerintah Israel akan mengklaim bahwa berdirinya konsulat akan dijadikan Israel sebagai legitimasi pengakuan Indonesia atas eksistensi Israel. Hal ini tentu bertentangan dengan kebijakan luar negeri Indonesia yang sejak awal memang tidak mengakui keberadaan Israel. Maka untuk itu Indonesia harus mencari alternatif tempat yang lain agar tidak menjadi persoalan di kemudian hari.
Alternatif tempat konsulat kehormatan yang ditawarkan oleh pemerintah Palestina adalah Yerusalem. Kota ini dipilih oleh Palestina karena merupakan wilayah administrasi PBB sehingga tidak perlu izin dengan Israel. Meskipun begitu, Yerusalem yang merupakan kota tiga agama yakni Islam, Yahudi, Kristen, dikontrol oleh Israel dan digunakan sebagai ibu kota Israel meskipun tidak diakui oleh dunia internasional. Dalam draf rancangan Palestina, Yerusalem juga dipilih oleh Palestina sebagai ibu kotanya kelak jika Palestina sudah merdeka menjadi sebuah negara.
Pemilihan Yerusalem sebagai tempat konsulat  Indonesia sangat rentan memunculkan setidak-tidaknya dua hambatan. Pertama, secara de facto Yerusalem dikontrol oleh Israel dan yang kedua adalah banyaknya pemukiman-pemukiman baru khususnya di Yerusalem Timur yang dibangun oleh PM Israel Benjamin Netanyahu. Hal ini akan sulit diselesaikan mengingat resolusi Palestina yang berisi penarikan mundur pasukan Isarel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur diveto oleh AS pada tanggal 30 Desember 2014.
Di tengah dilematisnya mencari lokasi pembangunan konsulat kehormatan Indonesia maka Jalur Gaza bisa menjadi sebuah alternatif yang bisa dipertimbangkan. Ada beberapa faktor yang penting mengapa Gaza bisa dijadikan sebagai sebuah pilihan yang ideal untuk membangun konsulat kehormatan Indonesia di Palestina.
Pertama, bersatunya Hamas dan Fatah. Terbentuknya pemerintahan persatuan Palestina antara Hamas dan Fatah pada tanggal 23 April 2014 menjadi angin segar bagi Palestina. Hal ini karena kedua belah pihak telah hampir sembilan tahun terpisah secara politik pasca kemenangan Hamas dalam pemilu parlemen pada tahun 2006. Kemenangan Hamas kemudian dianulir oleh Barat dan Hamas membentuk pemerintahan di Gaza pada tahun 2007. Sampai saat ini, upaya-upaya untuk mengkonkretkan pemerintahan persatuan masih dilakukan meskipun sempat terganggu akibat agresi Israel 8 Juli 2014. Secara umum kedua belah pihak sepakat untuk membangun Palestina yang merdeka dan bermartabat.
Kedua, relawan kemanusiaan Indonesia. Banyaknya relawan Indonesia yang masuk ke Gaza seperti Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) dan Komite Solidaritas Indonesia Untuk Palestina (KISPA) menjadi modal penting bagi Indonesia. Kondisi ini tentu sangat penting dalam rangka menopang optimalisasi konsulat kehormatan Indonesia. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia bisa mengambil beberapa dari relawan-relawan tersebut untuk dijadikan staf di konsulat kehormatan karena mengetahui secara jelas kondisi lapangan di Palestina khususnya Gaza. Selain itu, keberadaan konsulat bisa digunakan untuk optimalisasi bantuan kemanusiaan Indonesia ke Gaza dan sekaligus meningkatkan peran penting Rumah Sakit Indonesia di Gaza.
Berdasarkan analisa di atas maka bisa disimpulkan bahwa Jalur Gaza bisa dijadikan alternatif terbaik dalam rencana pembangunan konsulat kehormatan Indonesia. Hal ini mengingat keberadaan Ramallah dan Yerusalem sangat mungkin meninmbulkan resistensi dan persoalan jika Indonesia memaksakan kehendaknya untuk membangun konsulat di wilayah tersebut. Wallahu A’lam.

[1] Dosen Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.