Tantangan
Indonesia di AEC
Oleh :
Fatkurrohman, S.IP,M.Si[1]
Pada tanggal 12-13
November akan menjadi momen yang penting bagi Myanmar. Hal ini karena Myanmar
menjadi tuan rumah penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN (KTT ASEAN)
yang pertama kalinya setelah 17 tahun menjadi anggota ASEAN. Sebagai tuan rumah
KTT ASEAN, Myanmar telah menyiapkan tema yang cukup menarik yakni “ Moving Forward in Unity to a Peaceful and
Prosperous Community”. Berangkat dari tema tersebut, salah satu prioritas
yang ingin dicapai oleh Myanmar adalah menyakinkan implementasi AEC 2015 (ASEAN Economic Community) berjalan
secara baik.
Ide pemebentukan komunitas ASEAN khususnya AEC pertama kali muncul dengan
disahkannya ASEAN Vision 2020 di Kuala Lumpur pada tahun 1997. Pembentukan
komunitas ini kemudian ditegaskan kembali pada KTT ke-9 ASEAN di Bali pada
tahun 2003. Berikutnya pada KTT ke-12 ASEAN di Filipina, komitemen untuk
mewujudkan AEC dipercepat dari tahun 2020 menjadi tahun 2015. Pelaksanaan AEC
yang akan diberlakukan akhir tahun 2015 mencakup 12 sektor prioritas yang
terdiri dari tujuh sektor barang dan lima sektor jasa.
Item-item yang masuk ke
dalam tujuh sektor barang adalah industri pertanian, peralatan elektronik,
otomotif, perikanan, industri berbasis karet, industri berbasis kayu dan
tekstil. Sementara lima
sektor jasa meliputi transportasi udara, pelayanan kesehatan, pariwisata, logistik
dan industri teknologi informasi atau e-ASEAN. Kedua belas sektor prioritas
tersebut diharapkan akan memberikan kontribusi secara signifikan bagi ekonomi
domestik negara-negara anggota ASEAN.
Indonesia sebagai salah satu anggota ASEAN diharapkan mampu memanfaatkan
AEC secara maksimal guna mewujudkan Indonesia yang makmur dan sejahtera. Untuk
itu, pemerintah Indonesia harus memiliki daya saing yang kuat (strong competitiveness) untuk
mengimplementasikan hal tersebut. Jika kita petakan secara holistik, maka
setidak-tidaknya ada dua tantangan utama yang mendesak untuk segera dibenahi
pemerintah Indonesia dalam menghadapai perhelatan AEC tahun depan.
Kualitas Infrastruktur
Masalah infrastruktur menjadi hal yang penting untuk segera ditangani oleh
pemerintah Indonesia. Hal ini karena menurut The
Global Competitiveness Report 2013/2014 kualitas infrastruktur Indonesia
berada di peringkat ke-5 di antara 10 negara ASEAN. Sementara di tingkat dunia,
kualitas infrastruktur Indonesia berada di posisi ke-82 di antara 148 negara.
Rendahnya kualitas infrastruktur ini jika kita cermati dipengaruhi oleh
beberapa faktor penting. Salah satu dari faktor tersebut adalah rendahnya
alokasi anggaran dalam pembenahan infrastruktur.
Hal ini bisa kita lihat anggaran untuk infrastruktur hanya berkisar di
angka 2,5% dari PDB (produk domestik bruto). Alokasi anggaran yang kecil ini
tentu tidak cukup jika kita melihat besarnya biaya untuk pembebasan lahan,
studi kelayakan (feasibility study)
dan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Persoalan ini harus secepatnya
ditangani oleh pemerintah Jokowi-JK agar masalah infrastruktur tidak terlalu berdampak
pada biaya logistik domestik Indonesia.
Kualitas SDM
Persoalan lain yang tidak kalah penting dari pentingnya kualitas
infrasrtuktur adalah masalah kualitas pekerja. Masalah SDM (Sumber Daya
Manusia) ini perlu ditingkatkan karena menurut data ASEAN Productivity Organization (APO) menunjukkan bahwa dari 1000 tenaga
kerja Indonesia hanya 4,3% yang terampil. Sementara Singapura memiliki tenaga
kerja yang terampil sebesar 34,7%, Malaysia 32,6% dan Filipina 8,3%.
Jika kita lihat data tersebut maka Singapura menjadi
negara yang memiliki tenaga terampil tertinggi di antara negara-negara lain. Berangkat
dari data di atas maka tidak mengherankan jika Singapura dianggap negara yang
akan banyak memperoleh keuntungan dari penyelenggaraan AEC. Fakta ini harus
memacu pemerintah Indonesia untuk memperkuat SDM Indonesia dengan pelayanan
pendidikan nasional yang terjangkau dan berkualitas. Hal ini penting untuk
dilakukan karena data struktur pasar saat ini menunjukkan pekerja banyak
didominasi lulusan SD sekitar 80% dan 7% lulusan perguruan tinggi.
Berpijak dari analisa di atas, maka bisa disimpulkan
bahwa penangan secara cepat persoalan infrastruktur dan SDM harus menjadi agenda utama pemerintahan
Jokowi-JK. Jika kedua tantangan tersebut bisa ditangani secara baik maka
optimalisasi keuntungan AEC diharapkan akan diterima oleh Indonesia di masa
yang akan datang. Wallahu A’lam.
[1] Pemerhati masalah ASEAN tinggal
di Yogyakarta