Krisis Gaza
Oleh: Fatkurrohman, S.IP,M.Si[1]
Pembicaraan Perdamaian Kairo (Cairo
Peace Talks) yang dimediasi oleh Mesir mengalami jalan buntu. Gencatan
senjata yang dimulai sejak tanggal 5 Agustus berjalan secara tersendat-sendat
yang akhirnya menghadapkan Hamas dan Israel kembali ke medan pertempuran. Hal
ini karena kedua belah pihak tidak setuju dengan syarat yang diajukan oleh
masing-masing pihak. Persyaratan
yang diajukan oleh Hamas adalah pencabutan blokade Israel dan pembangunan
pelabuhan dan bandar udara. Sementara pihak Israel meminta senjata Hamas
dilucuti dan penghilangan aktivitas militer di Gaza.
Tidak adanya titik temu keinginan masing-masing pihak memiliki potensi yang
besar dalam menambah jumlah korban tewas akibat konflik Hamas dan Israel. Sampai
saat ini jumlah korban tewas telah mencapai 2,103 orang yang terdiri dari 2,036
penduduk Gaza dan 67 orang dari pihak Israel. Korban jiwa di pihak Gaza
didominasi oleh wanita dan anak-anak, sementara di pihak Isarel adalah tentara.
Tidak hanya itu, agresi Israel ke Gaza juga mengakibatkan 10 ribu penduduk Gaza
terluka dan 218 ribu orang kehilangan tempat tinggal.
Tingginya angka korban tewas dari warga sipil Gaza menjadi keprihatian
tersendiri bagi komunitas internasional. Maka tidak mengherankan jika banyak
negara mendorong gencatan senjata antara Hamas dan Israel bisa menjadi pintu
masuk (entry point) terwujudnya
perdamaian antar keduanya. Kebuntuan pembicaraan damai Kairo sangat disesalkan
oleh banyak pihak tidak terkecuali Sekjen PBB Ban Ki-moon. Untuk itu Mesir
sebagai mediator diharapkan mampu membujuk Hamas dan Israel untuk duduk kembali
di meja perundingan agar konflik tidak berkepanjangan.
Egoisme Hamas dan Israel
Pertempuran kembali terjadi antara Hamas dan Israel ketika kedua belah
pihak tidak menemukan kesepakatan bersama atas persyaratan yang diajukan oleh
masing-masing pihak. Pihak Hamas menolak secara tegas persyaratan yang diajukan
oleh Israel terkait dengan penghilangan aktivitas militer di Gaza dan pelucutan
senjatanya. Penolakan Hamas ini didasarkan atas kepentingan Hamas dalam
memproteksi Gaza dari serangan Israel. Di pihak lain, Israel juga menolak
permintaan Hamas agar membuka blokadenya selama tujuh tahun atas Gaza karena
khawatir terjadinya penyelundupan senjata ke Gaza yang akan membahayakan
keamanan Israel.
Sikap keras Hamas dan Israel dalam mempertahankan keinginannya menjadi
pemicu gagalnya gencatan senjata yang dimediasi oleh Mesir. Kegagalan gencatan
senjata mestinya tidak perlu terjadi jika kedua belah pihak mau menurunkan
egoisme masing-masing. Hal ini mungkin sangat sulit untuk dilakukan baik oleh
Hamas maupun Israel karena menyangkut kepentingan keamanan keduanya. Tetapi,
formula inilah yang bisa dikatakan sangat mungkin untuk dilakukan agar kesepakatan
untuk berdamai antara Hamas dan Israel bisa tercapai dengan baik.
Gencatan Senjata Tanpa Syarat
Formula lain untuk menyelesaikan konflik Hamas dan Israel adalah gencatan
senjata tanpa syarat. Formula ini memang sangat rentan mengalami kegagalan di
tengah jalan karena tidak ada kekuatan legal yang menjamin formula ini bisa
berjalan secara baik. Tetapi, setidak-tidaknya formula ini menjadi solusi
jangka pendek untuk menyelesaikan krisis Gaza saat ini. Dalam konteks ini,
pihak Dewan Keamanan PBB juga telah mengeluarkan resolusi yang secara bulat didukung
oleh 15 negara anggota terkait dengan pentingnya penerapan gencatan senjata
kemanusiaan dan tanpa syarat.
Gencatan senjata tanpa syarat juga pernah terjadi antara Hamas dan Israel
ketika Israel melakukan agresi ke Gaza pada tahun 2012. Gencatan senjata yang
dimediasi oleh Mesir ini bisa dikatakan mampu bertahan selama dua tahun sampai
kemudian Israel melakukan agresi ke Gaza pada tanggal 8 Juli. Selama masa itu,
Hamas dan Fatah melakukan rekonsiliasi membentuk pemerintahan persatuan
nasional, sementara Israel lebih banyak membangun perumahan di Tepi Barat dan
Yerusalem Timur.
Berpijak dari paparan di atas bisa kita simpulkan bahwa Hamas dan Israel
diharapkan mau melunakkan persyaratan yang diajukan. Jika tidak, demi rasa
kemanusiaan, kedua belah pihak bisa menerapkan gencatan senjata tanpa syarat
seperti pada tahun 2012. Dua hal ini diharapkan bisa menjadi solusi terbaik
dalam penyelesaian krisis Gaza saat ini.Wallhu
A’lam.
[1] Dosen
Hubungan Internasional UGM Yogyakarta.