Welcome to the Enlightening Idea

The very powerful word combining of media makes it very overwhelming to change of the world

Minggu, 27 Juli 2014

Motif Agresi Israel di Gaza
Oleh: Fatkurrohman, S.IP,M.Si[1]

Tanggal 8 Juli Israel melakukan serangan udara secara besar-besaran ke Jalur Gaza. Serangan udara tersebut telah mengakibatkan kurang lebih 80 warga Gaza tewas dan 370 orang mengalami luka-luka. Sebagian besar jumlah korban yang tewas tersebut adalah anak-anak dan wanita. Serangan udara militer Israel yang bertubi-tubi di Jalur Gaza menuai kecaman dari beragam negara seperti Turki, Iran, Yordania dan bahkan Indonesia.
Ekskalasi konflik antara Hamas dan Israel kali ini berawal dari terbunuhnya tiga remaja Yahudi dan pembunuhan pemuda Palestina yang bernama Mohammed Abu Khudair. Pihak Israel menuduh bahwa Hamas berada dibalik terbunuhnya ketiga warga negaranya. Sementara, pembunuhan Khudair merupakan aksi balas dendam yang dilakukan oleh ekstremis Yahudi atas kematian tiga remaja sebangsanya tersebut. Hal ini mengakibatkan munculnya protes secara besar-besaran di Palestina.
Protes yang dilakukan oleh rakyar Palestina direspon oleh Isarel dengan melakukan serangan udara ke Gaza. Operasi militer yang bersandi “ Protective Edge” ini juga merencanakan melakukan invasi darat dengan melibatkan 40,000 tentara cadangan. Operasi militer besar-besaran ini bisa dikatakan merupakan operasi militer kedua sejak Benjamin Netanyahu terpilih sebagai perdana menteri Isarel untuk yang kedua kalinya pada tahun 2009.
Operasi militer pertama dilakukan oleh Netanyahu pada akhir tahun 2012 yang bertepatan dengan digelarnya pemilihan perdana menteri yang kemudian dimenangkan oleh Netanyahu. Dalam operasi militer yang disebut sebagai “Operation Pillar of Defense” ini bertepatan dengan pemilihan perdana menteri baru Israel. Hal ini bisa dipahami karena Netanyahu ingin mencari dukungan rakyat Isarel dan menunjukkan bahwa Netanyahu mampu mengamankan kepentingan Isarel dari ancaman Hamas.
Operasi militer Israel kali ini memiliki motif yang berbeda dari operasi militer 2012. Motif operasi militer Israel dua tahun lalu bisa dikatakan sangat terkait dengan pengukuhan legitimasi Netanyahu agar terpilih kembali sebagai perdana menteri, tetapi motif operasi militer kali ini lebih mengarah kepada ketakutan Natanyahu atas berdirinya negara Palestina.
Terbunuhnya tiga remaja Yahudi di Tepi Barat beberapa minggu yang lalu sebetulnya tidak serta merta menjadi faktor penting dalam operasi militer Israel saat ini. Hal ini karena tuduhan Israel atas keterlibatan Hamas dalam pembunuhan remaja Yahudi tidak berdasarkan bukti yang valid. Pihak Hamas sendiri melalui juru bicaranya yakni Sami Abu Zuhri secara tegas membatah terlibat dalam kasus tersebut.
Maka dalam konteks ini, bisa dikatakan bahwa terbunuhnya tiga remaja Yahudi bisa dikatakan sebuah skenario besar Netanyahu untuk menjustifikasi operasi militernya di Gaza. Skenario ini merupakan respon atas ketakutan Netanyahu atas rekonsiliasi Hamas-Fatah untuk membentuk pemerintahan persatuan dua bulan lalu. Kekhawatiran Netanyahu sangat beralasan karena ketika Fatah dan Hamas bersatu untuk membentuk negara Palestina maka kepentingan Israel untuk menguasai tanah-tanah Palestina akan terganjal.
Reaksi Dunia Internasional
Sejak Israel melakukan serangan secara masif pada tanggal 8 Juli, Israel mendapatkan kecaman dari banyak negara dan juga dari Sekjen PBB Ban Ki-moon. Tetapi, di pihak lain AS yang merupakan pelindung Israel di Timur Tengah membela Israel atas dasar hak Isarel dalam memproteksi diri dari roket Hamas. Hal ini tidak mengherankan karena AS dan Israel terikat kontrak politik untuk mengamankan kepentingan mereka masing-masing di Timur Tengah.
Seperti operasi-operasi militer Israel di Gaza sebelumnya, Israel tidak pernah mendengarkan himbauan desakan dunia internasional untuk mengakhiri operasi militernya di Gaza. Tidak hanya itu, Israel juga dianggap sering kali mengabaikan resolusi-resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB. Fakta ini bisa terjadi karena Israel merasa terlindungi dengan posisi AS sebagai negara super power dunia sekaligus pemegang hak veto di DK PBB.
Berpijak dari analisa di atas, maka bisa disimpulkan bahwa bersatunya Hamas dan Fatah membuat Netanyahu sangat cemas sehingga operasi militer di Gaza harus dilakukan. Meskipun mendapatkan desakan dan kecaman dunia internasional, Israel akan tetap menggelar operasi militer di Gaza karena Israel yakin AS akan membela dan melindungi kepentingannya di Palestina.Wallhu A’lam.

[1] Dosen HI UGM Yogyakarta.