Welcome to the Enlightening Idea

The very powerful word combining of media makes it very overwhelming to change of the world

Selasa, 01 April 2014

Tantangan Pilpres Afghanistan
Oleh: Fatkurrohman, S.IP,M.Si[1]

Afghanistan akan menggelar pemilu presiden (pilpres) pada tanggal 5 April 2014. Pemilu ini adalah pilpres yang ketiga kalinya pasca tumbangnya rejim Taliban pada tahun 2001. Dalam pilpres kali ini akan diikuti oleh 11 calon presiden dengan beragam latar belakang profesi dan pendidikan. Tidak hanya itu, penyelenggaraan pilpres ini juga akan melibatkan 12 juta pemilih yang akan menggunakan 6,845 tempat pemilihan yang tersebar di seluruh Afghanistan.
Jumlah pemilih kali ini bisa dikatakan lebih rendah jika dibandingkan dengan jumlah pemilih pada saat penyelenggaraan pilpres pada tahun 2009 yang mencapai angka 15,6 juta. Penyelenggaraan pilpres di Afghanistan pada dasarnya menggunakan sistem dua putaran yang mirip dengan sistem Perancis. Sistem ini menekankan jika pada putaran pertama tidak ada kandidat yang mendapatkan lebih dari 50% suara, maka para kandidat akan masuk ke putaran kedua.
Melihat banyaknya para kandidat presiden yang ikut dalam pilpres ini mengindikasikan bahwa atmosfir politik di Afghanistan bisa dikatakan berjalan secara baik. Tetapi, di tengah gelora politik yang sangat besar ini, pihak pemerintah Afghanistan dihadapkan kepada munculnya tantangan-tantangan serius yang bisa menjadi ancaman bagi masa depan Afghanistan khususnya terkait pelaksanaan pilpres yang sebentar lagi akan digelar.
Resistensi Taliban
Invasi AS dengan dukungan penuh dari NATO dengan label memburu Osama Bin Laden yang dianggap sebagai dalang peristiwa Black September ke Afghanistan pada tahun 2001 menjadi titik awal tergulingnya pemerintahan Taliban. Kelompok Taliban memerintah Afghanistan sejak 1996 dengan Ibu Kota di Kandahar yang hanya diakui oleh tiga negara yakni Pakistan, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. Di masa pemerintahannya, kelompok Taliban menerapkan syariah Islam yang ketat khususnya kepada wanita tidak diperbolehkan bekerja dan harus menggunakan burqa di ruang publik.
Tumbangnya pemerintahan Taliban dan masuknya Hamid Karzai sebagai presiden Afghanistan bentukan AS membuat kelompok Taliban menjadi murka. Maka tidak mengherankan jika kelompok Taliban secara berkelanjutan mengganggu stabilitas keamanan Afghanistan dengan cara bom bunuh diri dan penyerangan bersenjata sampai saat ini. Hal ini bisa kita lihat dari munculnya bom bunuh diri menjelang penyelenggaraan pilpres yang terjadi di kantor komisi pemilihan umum di Kabul yang telah menewaskan 15 orang.
Pesan yang disampaikan kelompok Taliban adalah berupaya melakukan sabotase dan menggagalkan pelaksanaan pilpres. Hal ini seperti diungkapkan oleh pemimpin senior Taliban Maulana Abdul Aziz yang tidak akan berpartisipasi dalam pilpres dan akan mengusir pasukan AS dan koalisinya dari Afghanistan. Kondisi ini tentu membuat komisi pemilu independen (IEC) sangat cemas terkait pelaksanaan pilpres mendatang.
Pasukan AS
Resistensi Taliban terhadap pelaksanaan pilpres bukanlah satu-satunya persoalan yang dihadapi oleh Afghanistan. Munculnya wacana penarikan pasukan AS dari Afghanistan pada bulan Desember 2014 merupakan masalah tersendiri bagi Afghanistan. Terkait dengan keberadaan pasukan asing di Afghanistan yang mayoritas merupakan pasukan AS dengan jumlah 15 ribu pasukan, Hamid Karzai secara tegas menolak menandatangani perpanjangan keberadaan pasukan AS di Afghanistan.
Penolakan Karzai terhadap perpanjangan pasukan AS di Afghanistan secara jelas telah membuat AS sangat kecewa. Hal ini karena AS memiliki kepentingan untuk menumpas kelompok teroris khususnya jaringan al-Qaeda di Afghanistan. Di sisi yang lain, nihilnya pasukan asing di Afghanistan juga dikhawatirkan akan membuat Afghanistan menjadi medan pembunuhan (killing field) yang dilakukan oleh kelompok Taliban. Keputusan Karzai tersebut sangat mungkin akan diikuti oleh presiden terpilih pada pilpres yang sebentar lagi akan berlangsung. Hal ini mengingat selama hampir 13 tahun keberadaan pasukan asing di Afghanistan ternyata tidak membuat Afghanistan lebih aman dan lebih baik.
Berpijak dari paparan di atas maka bisa disimpulkan bahwa pilpres Afghanistan kali ini merupakan ujian terberat bagi Afganistan karena tidak hanya menghadapi resistensi dari Taliban, tetapi juga harus siap lepas dari intervensi asing. Untuk itu, dengan terpilihnya presiden yang baru diharapkan akan mampu membawa Afghanistan yang lebih baik dan bermartabat.Wallahu A’lam.

[1] Dosen Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.