Welcome to the Enlightening Idea

The very powerful word combining of media makes it very overwhelming to change of the world

Selasa, 24 September 2013

Momentum Kesepakatan Jenewa
Oleh: Fatkurrohman, S.IP,M.Si[1]


Ketua tim investigasi senjata kimia PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), Ake Sellstrom, telah menyerahkan laporan hasil investigasinya kepada Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Ban Ki-Moon. Dalam laporan tersebut disebutkan bahwa telah terjadi penggunaan gas sarin di Ghouta, Damaskus, pada tanggal 21 Agustus lalu. Penggunaan gas sarin ini telah mengakibatkan 1.400 warga sipil tewas yang di dalamnya termasuk 400 anak-anak. Penyelidikan ini hanya menginvestigasi terkait fakta penggunaan senjata kimia dan bukan untuk mengetahui siapa pelakunya.
Fakta penggunaan gas sarin ini didukung dengan tingkat presisi 85 % yang diambilkan dari sample darah korban di lapangan. Tidak hanya itu, tim investigasi juga menguji rambut, urin dan roket yang digunakan terkait penggunaan gas sarin. Berdasarkan laporan tim investigasi ini, pihak AS, Inggris dan Perancis (Barat) mengklaim bahwa rejim Assad telah menggunakan gas yang sangat berbahaya tersebut. Tetapi, Rusia menyatakan bahwa fakta penggunaan gas sarin di Ghouta merupakan tindakan provokatif yang dilakukan oleh para pemberontak Suriah untuk melegitimasi intervensi militer di Suriah.
Rusia yang merupakan sekutu dekat Suriah juga tidak setuju dengan keinginan AS, Inggris dan Perancis yang ingin menggunakan ancaman militer ke Suriah melalui resolusi DK (Dewan Keamanan) PBB terkait bukti penggunaan gas sarin di Ghouta. Rusia bersama dengan China yang telah memveto sebanyak tiga kali keinginan Barat untuk melakukan intervensi militer ke Suriah, juga mengharapkan kerja DK PBB ke depan bisa lebih baik.
Maka tidak mengherankan jika Ban Ki-Moon menginginkan hasil laporan tim investigasi ini bisa menjadi pijakan bagi PBB untuk merumuskan solusi terbaik terkait krisis politik-keamanan yang melanda Suriah. Sejak krisis Suriah bergulir pada tahun 2011, jumlah korban tewas telah mencapai angka 110,000 dan kurang lebih 7 juta jiwa menjadi pengungsi.
Banyaknya korban tewas dan tingginya angka pengungsi akibat krisis Suriah membuat dunia internasional prihatin. Keprihatian dunia internasional semakin besar ketika melihat gas sarin digunakan di Ghouta. Untuk merespon hal tersebut, maka pemerintah Rusia menginisiasi kesepakatan Jenewa yang disetujui oleh AS dengan tujuan untuk melucuti senjata kimia Suriah.
Dalam hal ini, pihak Suriah menyambut dengan tangan terbuka atas kesepakatan Jenewa. Artinya bahwa dalam satu minggu ini, pihak Suriah akan menyerahkan kontrol senjata kimianya kepada dunia internasional. Selain itu dalam kesepakatan Jenewa juga disebutkan bahwa senjata kimia Suriah akan dimusnahkan setidak-tidaknya pada pertengahan 2014.
Momentum Jenewa
Terwujudnya kesepakatan Jenewa yang melibatakan AS dan Rusia terkait pelucutan senjata kimia Suriah bisa menjadi momentum yang baik untuk melucuti senjata kimia negara lain. Dalam konteks ini adalah kepemilikan senjata kimia Israel. Militer Israel telah terbukti menggunakan bom fosfor (phosphorous bombs) dalam invasinya ke Jalur Gaza pada akhir tahun 2008-2009 yang telah menewaskan kurang lebih 1.314 warga Gaza. Tidak hanya di Jalur Gaza, militer Israel juga telah mengunakan bom yang sama ketika terjadi Perang Israel-Hizbullah pada tahun 2006.
Apa yang dilakukan oleh militer Israel dalam invasi ke Gaza dan perang dengan Hizbullah harus membuka mata pihak Barat untuk tidak melakukan standar ganda (double standard). Israel dan Suriah adalah merupakan negara-negara yang tidak meratifikasi CWC (Chemical Weapons Convention) dan BWC (Biological Weapons Convention). Hal ini tentu sangat berbahaya bagi stabilitas keamanan internasional mengingat dahsyatnya dampak senjata kimia maupun biologi bagi kemanusiaan.
Terkait dengan dampak dari senjata kimia, bom fosfor bisa mengakibatkan tubuh melepuh dan terbakar sehingga korban akan mengalami cacat seumur hidup. Sementara gas sarin mempunyai dampak yang 26 kali lebih mematikan daripada gas sianida. Dampak akibat gas ini bisa mengakibatkan kematian seperti tercekik.
Berangkat dari paparan di atas, maka kesepakatan Jenewa bisa menjadi momentum yang tepat tidak hanya bagi pemerintahan Suriah dalam hal pelucutan senjata kimianya, tetapi juga menjadi entry point bagi dunia internasional untuk melakukan hal yang sama atas kepemilikan senjata kimia Israel. Wallahu A’lam.

[1] Dosen Hubungan Internasional, Fisipol, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.