Jalan Tengah Krisis Politik Mesir
Oleh : Fatkurrohman, S.IP,M.Si[1]
Tindakan
pembubaran paksa yang dilakukan oleh pemerintahan sementara Mesir terhadap
pendukung pro-Mursi yang berdemonstrasi di Rabaa al-Adawiya dan al-Nahda telah
membuat kondisi Mesir semakin memburuk. Menurut data dari Ikhwanul Muslimin, korban
tewas akibat tindakan pemerintah ini mengakibatkan kurang lebih 2,200 orang
tewas dan 10,000 orang mengalami luka-luka. Sementara menurut data yang dirilis
oleh pemerintahan sementara Mesir korban tewas mencapai 638 orang dan 3900 jiwa
mengalami luka-luka. Jumlah ini merupakan korban terbanyak pasca kudeta militer
terhadap presiden terpilih secara demokratis Muhammed Mursi.
Tidak
hanya itu, kekerasan yang terjadi di Mesir saat ini bahkan merupakan kondisi
yang terburuk sejak perang Mesir dan Israel pada tahun 1973. Maka tidak
mengherankan jika sikap represif pemerintahan sementara Mesir terhadap para pendukung
pro-Mursi dikecam oleh banyak pihak. Pihak-pihak tersebut adalah PBB, AS,
Inggris, Iran, Qatar, Turki dan Indonesia. Tindakan represif yang menimbulkan
korban jiwa atas warga sipil jelas merupakan pelanggaran HAM berat yang telah
dilakukan oleh pemerintahan interim Mesir. Padahal, sejak awal AS melalui juru
bicara departemen luar negerinya, Marie Hard, telah mengingatkan kepada pemerintahan
sementara Mesir untuk tidak membubarkan secara paksa para pendukung pro-Mursi
karena bisa memicu ketegangan baru.
Langkah
preventif yang lain juga telah dilakukan oleh kepala kebijakan luar negeri Uni
Eropa (UE) Catherine Ashton yang pernah bertemu dengan Mursi dan para pejabat
penting dalam pemerintahan sementara Mesir untuk mencari solusi atas kebuntuan
politik Mesir. Solusi yang ditawarkan adalah adanya dialog nasional yang harus
segera dilakukan oleh semua pihak yang bertikai agar Mesir kembali kondusif.
Tetapi,
dialog nasional yang digagas oleh pihak-pihak di luar Mesir tersebut tidak
ditanggapi oleh pemerintahan sementara Mesir. Tidak hanya itu, pemerintahan
sementara Mesir juga menolak untuk membebaskan Mursi sebagai langkah awal dalam
mewujudkan dialog nasional. Pihak pemerintahan sementara Mesir berdalih bahwa
Mursi harus diproses secara hukum karena melibatkan Hamas dan Hizbullah dalam
pengrusakan penjara dan lolosnya ratusan tahanan pada tahun 2011.
Hamas
membantah tuduhan pemerintahan sementara Mesir atas keterlibatannya dalam
pembebasan Mursi di akhir kekuasaan Hosni Mubarak. Tidak hanya itu, Hamas
melalui juru bicaranya, Sami Abu Zuhri, mengutuk penahanan Mursi dan meminta
Mursi untuk segera dibebaskan. Pihak Hamas juga meminta negara-negara yang
tergabung dalam Liga Arab bertanggung jawab atas munculnya informasi isu keterlibatan
Hamas dan tidak menjerumuskan Hamas dalam krisis politik Mesir.
Krisis
politik di Mesir saat ini membutuhkan penanganan yang serius dari semua pihak
yang sedang berkonflik. Semua pihak baik pemerintahan sementara Mesir maupun
pendukung presiden terguling Mursi harus mampu menahan diri agar Mesir tidak
jatuh dalam perang saudara yang lebih mengerikan. Pembubaran paksa yang
dilakukan oleh pemerintah Mesir dan janji para pendukung Mursi yang tidak akan
berhenti berdemonstrasi sebelum Mursi dikembalikan ke pos semula merupakan dua
hal yang saling berkaitan terjadinya bentorkan berdarah di Mesir. Untuk itu, diperlukan
solusi yang bisa mengakomodir semua kepentingan baik dari pihak pemerintah
Mesir maupun dari para pendukung Mursi.
Solusi
yang paling mungkin dalam mengatasi perbedaan kepentingan dari kedua belah
pihak tersebut adalah mengembalikan Mursi sebagai presiden Mesir dan pemilu
ulang. Pengembalian posisi Mursi akan melegakan para pendukung Mursi dan pemilu
ulang akan mengakomodir kepentingan pemerintahan interim Mesir. Untuk itu,
pemerintahan sementara Mesir harus legowo
dan membatalkan perpanjangan penahanan Mursi dan mengembalikannya ke posisi
semula. Setelah semua kondusif, maka langkah selanjutnya adalah dialog nasional
dalam rangka mempersiapkan pemilu ulang presiden Mesir. Untuk itu, pihak Mesir
bisa meminta pihak ketiga baik OKI, PBB maupun Liga Arab untuk mengawal proses
rekonsiliasi tersebut.
Solusi
tersebut bisa dianggap sebagai win-win
solution bagi semua pihak yang sedang bertikai. Tanpa itu, Mesir akan
terjebak dalam kubangan perang saudara yang tidak tahu kapan akan berakhir
seperti yang terjadi di Suriah saat ini. Wallahu A’lam.