Welcome to the Enlightening Idea

The very powerful word combining of media makes it very overwhelming to change of the world

Selasa, 20 Agustus 2013

Jalan Tengah Krisis Politik Mesir
Oleh : Fatkurrohman, S.IP,M.Si[1]


Tindakan pembubaran paksa yang dilakukan oleh pemerintahan sementara Mesir terhadap pendukung pro-Mursi yang berdemonstrasi di Rabaa al-Adawiya dan al-Nahda telah membuat kondisi Mesir semakin memburuk. Menurut data dari Ikhwanul Muslimin, korban tewas akibat tindakan pemerintah ini mengakibatkan kurang lebih 2,200 orang tewas dan 10,000 orang mengalami luka-luka. Sementara menurut data yang dirilis oleh pemerintahan sementara Mesir korban tewas mencapai 638 orang dan 3900 jiwa mengalami luka-luka. Jumlah ini merupakan korban terbanyak pasca kudeta militer terhadap presiden terpilih secara demokratis Muhammed Mursi.
Tidak hanya itu, kekerasan yang terjadi di Mesir saat ini bahkan merupakan kondisi yang terburuk sejak perang Mesir dan Israel pada tahun 1973. Maka tidak mengherankan jika sikap represif pemerintahan sementara Mesir terhadap para pendukung pro-Mursi dikecam oleh banyak pihak. Pihak-pihak tersebut adalah PBB, AS, Inggris, Iran, Qatar, Turki dan Indonesia. Tindakan represif yang menimbulkan korban jiwa atas warga sipil jelas merupakan pelanggaran HAM berat yang telah dilakukan oleh pemerintahan interim Mesir. Padahal, sejak awal AS melalui juru bicara departemen luar negerinya, Marie Hard, telah mengingatkan kepada pemerintahan sementara Mesir untuk tidak membubarkan secara paksa para pendukung pro-Mursi karena bisa memicu ketegangan baru.
Langkah preventif yang lain juga telah dilakukan oleh kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa (UE) Catherine Ashton yang pernah bertemu dengan Mursi dan para pejabat penting dalam pemerintahan sementara Mesir untuk mencari solusi atas kebuntuan politik Mesir. Solusi yang ditawarkan adalah adanya dialog nasional yang harus segera dilakukan oleh semua pihak yang bertikai agar Mesir kembali kondusif.
Tetapi, dialog nasional yang digagas oleh pihak-pihak di luar Mesir tersebut tidak ditanggapi oleh pemerintahan sementara Mesir. Tidak hanya itu, pemerintahan sementara Mesir juga menolak untuk membebaskan Mursi sebagai langkah awal dalam mewujudkan dialog nasional. Pihak pemerintahan sementara Mesir berdalih bahwa Mursi harus diproses secara hukum karena melibatkan Hamas dan Hizbullah dalam pengrusakan penjara dan lolosnya ratusan tahanan pada tahun 2011.
Hamas membantah tuduhan pemerintahan sementara Mesir atas keterlibatannya dalam pembebasan Mursi di akhir kekuasaan Hosni Mubarak. Tidak hanya itu, Hamas melalui juru bicaranya, Sami Abu Zuhri, mengutuk penahanan Mursi dan meminta Mursi untuk segera dibebaskan. Pihak Hamas juga meminta negara-negara yang tergabung dalam Liga Arab bertanggung jawab atas munculnya informasi isu keterlibatan Hamas dan tidak menjerumuskan Hamas dalam krisis politik Mesir.
Krisis politik di Mesir saat ini membutuhkan penanganan yang serius dari semua pihak yang sedang berkonflik. Semua pihak baik pemerintahan sementara Mesir maupun pendukung presiden terguling Mursi harus mampu menahan diri agar Mesir tidak jatuh dalam perang saudara yang lebih mengerikan. Pembubaran paksa yang dilakukan oleh pemerintah Mesir dan janji para pendukung Mursi yang tidak akan berhenti berdemonstrasi sebelum Mursi dikembalikan ke pos semula merupakan dua hal yang saling berkaitan terjadinya bentorkan berdarah di Mesir. Untuk itu, diperlukan solusi yang bisa mengakomodir semua kepentingan baik dari pihak pemerintah Mesir maupun dari para pendukung Mursi.
Solusi yang paling mungkin dalam mengatasi perbedaan kepentingan dari kedua belah pihak tersebut adalah mengembalikan Mursi sebagai presiden Mesir dan pemilu ulang. Pengembalian posisi Mursi akan melegakan para pendukung Mursi dan pemilu ulang akan mengakomodir kepentingan pemerintahan interim Mesir. Untuk itu, pemerintahan sementara Mesir harus legowo dan membatalkan perpanjangan penahanan Mursi dan mengembalikannya ke posisi semula. Setelah semua kondusif, maka langkah selanjutnya adalah dialog nasional dalam rangka mempersiapkan pemilu ulang presiden Mesir. Untuk itu, pihak Mesir bisa meminta pihak ketiga baik OKI, PBB maupun Liga Arab untuk mengawal proses rekonsiliasi tersebut.
Solusi tersebut bisa dianggap sebagai win-win solution bagi semua pihak yang sedang bertikai. Tanpa itu, Mesir akan terjebak dalam kubangan perang saudara yang tidak tahu kapan akan berakhir seperti yang terjadi di Suriah saat ini. Wallahu A’lam.

[1] Dosen Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.