Mesir Pasca Mursi
Oleh: Fatkurrohman, S.IP,M.Si[1]
Bentrokan
berdarah yang melibatkan pendukung dan penentang Mursi pasca lengsernya Mursi
dari kursi kepresidenenan Mesir masih berlanjut hingga saat ini. Korban tewas
akibat bentrokan tersebut telah mencapai 260 orang dan 4,500 orang mengalami
luka-luka. Bentrokan ini dipicu oleh ketidakpuasan pendukung Mursi (Ikhwanul
Muslimin) atas (kudeta) yang dilakukan oleh pihak militer terhadap Mursi pada
tanggal 3 Juli lalu.
Pihak
militer Mesir terpaksa menggulingkan Mursi dan menggantinya dengan Adly Mansour
sebagai presiden interim karena derasnya desakan sebagian besar masyarakat
Mesir yang menginginkan Mursi mundur. Dalam konteks ini, Mursi dianggap telah
melakukan ikhwanisasi Mesir yakni dengan menempatkan tokoh-tokoh Ikhwanul
Muslimin di lembaga-lembaga negara. Selain itu, Mursi juga dianggap gagal dalam
memperbaiki ekonomi Mesir pasca lengsernya Hosni Mubarak dua tahun lalu.
Dua
hal tersebut setidak-tidaknya menjadi pemicu utama kemarahan jutaan rakyat
Mesir terhadap Mursi yang kemudian membuat mereka melakukan demonstrasi secara
massif di Lapangan Tharir (Tahrir Square).
Demonstrasi yang berjalan berhari-hari ini kemudian menimbulkan stabilitas
keamanan Mesir menjadi terganggu sehingga membuat pihak militer mengambil alih
kendali pemerintahan Mesir.
Pasca
tergulingnya Mursi dari tampuk kepemimpinan Mesir tidak menjadikan masalah
politik dan kemanan Mesir selesai. Hal ini justru menjadi babak baru terjadinya
kerusuhan karena para pendukung Mursi tidak terima dengan (kudeta) yang
dilakukan oleh militer. Gelombang demonstrasi yang dilakukan oleh pendukung
Mursi baik yang terjadi di Kompleks Garda Republik maupun dekat Masjid Rabiah
Adawiyah telah mengakibatkan ratusan korban jiwa dan ribuan mengalami luka-luka.
Gelombang
demonstrasi Ikhwanul Muslimin ini menginginkan Mursi dikembalikan ke posisi
semula sebagai presiden Mesir karena apa yang dilakukan oleh pihak militer
dianggal illegal. Bahkan secara
ekstrim, pihak Ikhwanul Muslimin tidak akan menghentikan demonstrasinya sebelum
keinginan mereka terkabul. Hal ini mengakibatkan ratusan korban berjatuhan dari
pihak Ikhwanul Muslimin karena militer tidak segan-segan menembak mati para
demontran yang dianggap sebagai aktor “kekerasan dan terorisme”.
Penangkapan
Pihak
Kejaksaan Agung Mesir telah memberikan perintah penangkapan terhadap pemimpin
tertinggi Ikhwanul Muslimin,Muhammad Badie, karena dianggap memicu terjadinya
kekerasan pasca tergulingnya Mursi. Tidak hanya Badie yang ditangkap, tetapi
juga ada sekitar 300 anggota Ikhwanul Muslimin yang mengalami hal yang sama.
Hal ini semakin memicu ketegangan antara pihak Ikhwanul Muslimin dengan
pemerintahan sementara Mesir saat ini.
Penangkapan
terhadap tokoh dan simpatisan Ikhwanul Muslimin sangat disesalkan oleh Sekjen
PBB dan AS karena bisa mengganggu jalannya upaya damai dalam penyelesaian
krisis politik di Mesir pasca Mursi. Kekhawatiran Sekjen PBB dan AS terbukti
ketika pihak Partai Kebebasan dan Keadilan (FJP) yang merupakan sayap politik
Ikhwanul Muslimin menolak tawaran yang diberikan oleh PM interim Hazem
al-Beblawi untuk masuk dalam kabinetnya.
Penolakan
secara tegas Ikhwanul Muslimin terhadap tawaran pemerintahan sementara Mesir
untuk masuk kabinet jelas menggambarkan bahwa pihak Ikhwanul Muslimin tidak mau
berkompromi dengan pemerintahan Mesir saat ini. Hal ini karena Ikhwanul
Muslimin menganggap bahwa pemerintahan sementara bentukan militer tersebut
telah mendelegitimasi kekuasaan Mursi yang terpilih secara demokratis.
Masa Depan Mesir
Kerusuhan
yang tidak kunjung berakhir di Mesir akan menghadapkan Mesir dalam dua situasi
yakni seperti Aljazair atau Suriah. Di mana dua negara tersebut mengalami
perang saudara yang akut sehingga mengakibatkan ratusan orang tewas. Untuk itu,
pihak-pihak yang concern terhadap
krisis politik yang sedang melanda Mesir seperti AS, PBB, Uni Eropa, Jerman dan
Qatar meminta pemerintahan sementara Mesir untuk segera membebaskan Mursi.
Tetapi, hal tersebut tidak dihiraukan oleh Jenderal Abdel Fattah al-Sisi.
Bahkan Sisi menyerukan aksi massa tandingan dalam menangani demonstrasi yang
dilakukan oleh Ikhwanul Muslimin.
Jika
bentrokan-bentrokan terus berlanjut dan tidak ada political will antara kedua belah pihak maka Mesir akan menjadi
negara ketiga yang akan mewarisi sejarah Aljazar dan Suriah yang terseok-seok
dalam menentukan arah negaranya. Untuk itu, semua pihak harus menahan diri demi
terciptanya Mesir yang lebih baik di masa mendatang.