Welcome to the Enlightening Idea

The very powerful word combining of media makes it very overwhelming to change of the world

Kamis, 27 Juni 2013

Menanti Kejutan Pilpres Iran
Oleh: Fatkurrohman, S.IP,M.Si[1]

Tanggal 14 Juni mendatang merupakan tanggal yang sangat penting bagi masyarakat Iran. Pada tanggal itu seluruh masayarakat Iran yang memiliki hak pilih akan datang ke bilik-bilik suara untuk memilih presiden pengganti Ahmadinejad. Setidak-tidaknya ada delapan calon presiden yang telah disetujui oleh Dewan Garda (Guardian Council) yang akan melaju menjadi presiden Iran ke-7 pasca Revolusi Islam Iran 1979.
Kedelapan kandidat presiden Iran tersebut adalah Ali Akbar Velayati, Gholam Ali Haddad-Adel, Mohammad Baqer Qalibaf, Saeed Jalili, Mohammad Reza Aref, Hassan Rohani, Mohammad Gharazi dan Mohsen Rezaei. Pertarungan para kandidat presiden dalam pilpres Iran kali ini diprediksikan akan sangat ketat karena menghadapkan tokoh-tokoh ternama dalam landscape politik Iran. Lihat saja misalnya Velayati adalah mantan menteri luar negeri sekaligus penasehat Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Adel merupakan anggota parlemen dan Qalibaf adalah walikota Teheran.
Berikutnya adalah Jalili merupakan Sekretaris Dewan Tinggi Keamanan Nasional, Aref merupakan mantan wakil presiden dan Rohani adalah mantan Sekretaris Dewan Tinggi Keamanan Nasional, Gharazi adalah mantan menteri Telekomunikasi dan Rezaei merupakan mantan Sekretaris Dewan Kebijaksanaan. Jika kita sketsakan lebih jauh, setidak-tidaknya dalam perterungan politik kali ini akan menampilkan tiga kubu utama yakni konservatif, reformis dan independen.
Kubu konservatif diwakili oleh Velayati, Adel, Qalibaf dan Jalili. Sementara itu, kubu reformis menghadirkan Aref dan Rohani. Kubu independen diwakili oleh Gharazi dan Rezaei. Ketiga kubu tersebut memiliki kekhasan masing-masing, misalnya konservatif dikenal dengan anti-dialog dengan Barat, reformis menampilkan keterbukaan terhadap Barat dan independen berada di titik netral.
Konservatif Vs Reformis
Pertarungan dua kubu antara konservatif dan reformis menjadi sebuah pertarungan klasik dalam kontestasi politik Iran khususnya di tingkat pilpres. Setidak-tidaknya dalam dua kali pilpres yang terkahir, kubu konservatif yang diwakili oleh Ahmadinejad mampu mengukuhkan kiprah politiknya atas reformis. Pada pemilu tahun 2005, kubu reformis yang menjagokan Rafsanjani dikalahkan oleh Ahmadinejad dan pada pemilu 2009, Mousavi dan Karroubi yang juga dari reformis terpaksa harus mengubur mimpinya menjadi presiden Iran karena kalah suara dengan Ahmadinejad.
Peta persaingan kandidat presiden yang menghadapkan wakil dari konservatif dan reformis dalam pertarungan pilpres kali ini sangat jelas. Kubu konservatif akan menjaga jarak dengan pihak Barat dan fokus pada penataan ekonomi sesuai dengan cita-cita Revolusi Islam Iran pasca sanksi DK PBB, sementara kubu reformis sangat akomodatif dengan Barat dan melakukan penataan ekonomi liberal.
Kubu reformis mulai menampakkan kejayaan dalam panggung politik Iran ketika dua wakilnya mampu duduk di kursi kepresidenan Iran masing-masing selama dua periode pemerintahan yakni Rafsanjani (1989-1997) dan Khatami (1997-2005). Kemudian pada pemilu-pemilu berikutnya kubu reformis yang merupakan kelompok minoritas dalam kancah politik Iran mengalami keretakan internal sehingga mengakibatkan mesin politik dan seleksi kandidat calon presiden tidak optimal.
Kejutan Pilpres
Pilpres Iran sejatinya tidak bertumpu pada partai politik dan ideologi tertentu. Pesta demokrasi empat tahunan dalam rangka memilih presiden Iran lebih didasarkan kepada keinginan rakyat. Rakyat yang akan menilai terkait kompetensi dan track record para kandidat presiden yang bersaing. Secara umum rakyat Iran akan menjatuhkan pilihan politiknya kepada kandidat yang memiliki kepemimpinan teruji, efektif dan kokoh dalam menyelesaikan masalah domestik khususnya ekonomi dan mampu mensinergikan program pembangunan dengan kemajuan teknologi.
Pertarungan para kandidat calon presiden baik dari kubu konservatif, reformis maupun independen dalam debat pertama tanggal 31 Mei 2013 yang mengusung masalah ekonomi terkait dengan tingkat inflasi 30% dan jumlah pengangguran yang mencapai 14% akibat sanksi dan embargo asing menjadi ajang penting dalam menawarkan solusi-solusi kritis dalam memecahkan masalah-masalah tersebut.
Berangkat dari uraian di atas, maka kejutan pilpres Iran kali ini akan muncul jika kubu reformis maupun independen mampu menyakinkan rakyat Iran, tetap jika tidak maka estafet kepemimpinan Iran ke depan akan jatuh ke tangan kubu konservatif. Wallahu Alam.

[1] Dosen Hubungan Internasional UGM sekaligus penulis buku “Isu dan Realita Konflik Kawasan ”.