Welcome to the Enlightening Idea

The very powerful word combining of media makes it very overwhelming to change of the world

Sabtu, 02 Maret 2013


Mujahideen Bahayakan Iran
Oleh: Fatkurrohman, S.IP.M.Si[1]

Enam orang terbunuh dan 50 orang terluka dalam sebuah serangan roket yang disinyalir dilakukan oleh Badr Brigade terhadap kelompok the People’s Mujahideen Organisation of Iran (PMOI). Serangan yang terjadi pada tanggal 9 Februari itu semakin menambah keruwetan masalah keamanan pasca penarikan pasukan AS dari Irak di akhir 2011. Penarikan pasukan tersebut adalah bagian dari upaya AS untuk mengembembalikan Irak sebagai negara yang mandiri dan berdaulat.
Tetapi, pasca penarikan pasukan AS dari Irak, situasi keamanan di dalam negeri Irak bisa dikatakan sangat rapuh (fragile). Ledakan bom dan mortir kerap kali terjadi baik di basis Sunni maupun Syiah. Tidak hanya itu, ledakan bom juga menyasar basis kelompok yang beraliran sayap kiri (Islamic Marxist) seperti yang terjadi di Camp Hurriya. Di Camp ini anggota kelompok PMOI beraktivitas dan menyemai ideologi kelompoknya.
Badr Brigade adalah sayap militer dari organisasi Badr yang dekat dengan pemerintahan Iran. Organisasi Badr adalah sebuah partai politik di Irak yang diketuai oleh Hadi al-Amiri. Saat ini Organisasi Badr memilik delapan kursi dari 325 kursi di parlemen Irak. Di awal pembentukannya pada tahun 1982, Organisasi ini adalah sayap militer dari Islamic Supreme Council of Iraq (ISCI), tetapi sejak invasi AS pada tahun 2003 para anggota organisasi Badr banyak yang masuk menjadi polisi dan tentara Irak.
Sementara People’s Mujahideen of Iran adalah sebuah organisasi revolusioner Iran yang pernah berpartisipasi dalam menjungkalkan rejim Shah Pahlevi dari tampuk kekuasaannya pada tahun 1979. Organisasi ini didirikan pada tahun 1965 sebagai sebuah gerakan politik massa yang memadukan antara ideologi Islam dan Marxist. Tetapi, saat ini organisasi ini mengubah ideologi politiknya lebih berhaluan sekuler dan menjunjung tinggi nilai-nilai demokratisasi.
Partisipasi PMOI dalam revolusi Islam Iran pada tahun 1979 yang juga dianggap sebagai revolusi terbesar ketiga dunia setelah Revolusi Perancis dan Bolshevik adalah untuk menyingkarkan rejim Shah Pahlevi. Rejim Pahlevi dianggap sebagai representasi Barat yang sarat dengan liberlaisasi dan kapitalisme. Tetapi, setelah Pahlevi jatuh, PMOI menghadapi otoritarianisme baru yang mengakibatkan banyak pemimpin PMOI yang ditangkap dan dibunuh pada tahun 1980.
Pada saat perang Irak-Iran meletus pada tahun 1980-1988, PMOI dimanfaatkan oleh Saddam Hussein untuk ikut berpartisipasi membantu Irak dalam mengalahkan Iran. Kemudian pada tahun 1986, Saddam menjadikan Camp Ashraf yang berada di Provinsi Diyala sebagai kantor pusat dan sekaligus pelatihan militer dalam menangkal ancaman Iran.
Pasca Invasi AS
Tergulingnya Saddam Hussein lewat invasi AS pada tahun 2003 memberikan peluang yang sangat besar bagi munculnya kekuatan Syiah dalam kontestasi politik Irak. Terpilihnya Nouri al-Maliki pada tahun 2006 membuktikan geliat Syiah untuk menggantikan Sunni di era Saddam begitu sangat jelas. Hal ini sekaligus berdampak pada semakin kuatnya kekuatan Syiah dalam konfigurasi politik dan keamanan di Timur Tengah.
Kekuatan Syiah di Irak tidak bisa dilepaskan begitu saja dari pengaruh Syiah di Iran. Hal ini bisa dikatakan bahwa Irak di era Maliki saat ini menjadi kepanjangan tangan Iran dalam mengamankan kepentingan nasionalnya di Irak. Hal ini bisa dilihat dari penyerangan roket yang dilakukan oleh Badr Brigade terhadap PMOI beberapa hari yang lalu.
Upaya pemerintah Irak di era Maliki untuk menyingkirkan PMOI dari tanah Irak menggeliat sejak tahun 2009 hingga saat ini. Di tahun 2009 pemerintah Irak diduga telah melakukan penyerangan yang mengakibatkan tujuh orang terbunuh dan 500 orang mengalami luka-luka. Kemudian pada tahun 2011,tentara Irak melakukan penyerangan kembali yang mengakibatkan 36 orang terbunuh dan beberapa orang terluka. Pada tahun 2012, PMOI pindah ke Camp Hurriya (Camp Liberty) yang berujung pada munculnya penyerangan oleh Badr Brigade yang mengakibatkan enam orang tewas dan 50 orang terluka.
Penyerangan demi penyerangan yang dilakukan oleh rejim Maliki maupun organisasi yang dekat dengan pemerintah Iran semacam Badr Brigade tidak bisa dilepaskan dari sikap PMOI yang menentang pemerintah Iran. Salah satu bentuk penentangan PMOI terhadap Iran adalah sikap PMOI yang membocorkan aktivitas program nuklir Iran pada tahun 2002.
Bocornya program nuklir Iran ke dunia internasional membuat Iran harus berhadapan dengan IAEA (International Atomic Energy Agency) yang kemudian mendapatkan sanksi dari Dewan Keamanan PBB yang didukung oleh AS dan sekutu-sekutunya. Padahal, di sisi yang lain, pihak pemerintah Iran telah menjelaskan kepada PBB bahwa program nuklir Iran dimaksudkan untuk tujuan damai bukan untuk membuat senjata nuklir.
Pemerintah Iran menyadari betul bahwa pangkal persoalan mencuatnya program nuklir Iran ke dunia internasional adalah berasal dari PMOI. Maka tidak mengherankan jika pemerintah Iran berupaya secara keras untuk melumpuhkan PMOI di Irak. Rejim Ahmadinejad di Iran menggandeng rejim Maliki untuk bersama-sama menumpas PMOI yang dianggap membahayakan eksistensi dan kepentingan nasional Iran di Timur Tengah.
Posisi PMOI yang menyimpan informasi penting terkait Iran khususnya tentang program nuklir Iran dimanfaatkan oleh pihak AS. Salah satu bentuk proteksi yang diberikan AS ke PMOI adalah memberikan perlindungan secara militer dan logistik. Menyikapi kondisi ini, kemudian pihak Iran melakukan negosiasi dengan AS terkait sepak terjang PMOI yang membahayakan Iran. Salah satu bentuk tawaran penting Iran ke AS adalah bahwa Iran akan menarik dukungan militernya ke Hamas dan Hizbullah.
Berpijak dari ulasan di atas maka bisa disimpulkan bahwa munculnya tekanan dan bahkan serangan-serangan militer ke Camp Ashraf dan Hurriya oleh Badr Brigade maupun rejim Maliki disebabkan karena PMOI memegang informasi-informasi penting khususnya program nuklir Iran. Dalam hal ini, melumpuhkan PMOI adalah hal yang penting bagi Iran demi mengamankan kepentingan nasionalnya di Timur Tengah.

[1] Dosen Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.