Mujahideen
Bahayakan Iran
Oleh: Fatkurrohman, S.IP.M.Si[1]
Enam orang terbunuh dan
50 orang terluka dalam sebuah serangan roket yang disinyalir dilakukan oleh
Badr Brigade terhadap kelompok the People’s Mujahideen Organisation of Iran
(PMOI). Serangan yang terjadi pada tanggal 9 Februari itu semakin menambah
keruwetan masalah keamanan pasca penarikan pasukan AS dari Irak di akhir 2011.
Penarikan pasukan tersebut adalah bagian dari upaya AS untuk mengembembalikan
Irak sebagai negara yang mandiri dan berdaulat.
Tetapi, pasca penarikan
pasukan AS dari Irak, situasi keamanan di dalam negeri Irak bisa dikatakan
sangat rapuh (fragile). Ledakan bom dan mortir kerap kali terjadi baik di basis
Sunni maupun Syiah. Tidak hanya itu, ledakan bom juga menyasar basis kelompok
yang beraliran sayap kiri (Islamic Marxist) seperti yang terjadi di Camp
Hurriya. Di Camp ini anggota kelompok PMOI beraktivitas dan menyemai ideologi
kelompoknya.
Badr Brigade adalah
sayap militer dari organisasi Badr yang dekat dengan pemerintahan Iran.
Organisasi Badr adalah sebuah partai politik di Irak yang diketuai oleh Hadi
al-Amiri. Saat ini Organisasi Badr memilik delapan kursi dari 325 kursi di parlemen
Irak. Di awal pembentukannya pada tahun 1982, Organisasi ini adalah sayap
militer dari Islamic Supreme Council of Iraq (ISCI), tetapi sejak invasi AS
pada tahun 2003 para anggota organisasi Badr banyak yang masuk menjadi polisi
dan tentara Irak.
Sementara People’s
Mujahideen of Iran adalah sebuah organisasi revolusioner Iran yang pernah
berpartisipasi dalam menjungkalkan rejim Shah Pahlevi dari tampuk kekuasaannya
pada tahun 1979. Organisasi ini didirikan pada tahun 1965 sebagai sebuah
gerakan politik massa yang memadukan antara ideologi Islam dan Marxist. Tetapi,
saat ini organisasi ini mengubah ideologi politiknya lebih berhaluan sekuler
dan menjunjung tinggi nilai-nilai demokratisasi.
Partisipasi PMOI dalam
revolusi Islam Iran pada tahun 1979 yang juga dianggap sebagai revolusi
terbesar ketiga dunia setelah Revolusi Perancis dan Bolshevik adalah untuk
menyingkarkan rejim Shah Pahlevi. Rejim Pahlevi dianggap sebagai representasi
Barat yang sarat dengan liberlaisasi dan kapitalisme. Tetapi, setelah Pahlevi
jatuh, PMOI menghadapi otoritarianisme baru yang mengakibatkan banyak pemimpin
PMOI yang ditangkap dan dibunuh pada tahun 1980.
Pada saat perang
Irak-Iran meletus pada tahun 1980-1988, PMOI dimanfaatkan oleh Saddam Hussein
untuk ikut berpartisipasi membantu Irak dalam mengalahkan Iran. Kemudian pada
tahun 1986, Saddam menjadikan Camp Ashraf yang berada di Provinsi Diyala
sebagai kantor pusat dan sekaligus pelatihan militer dalam menangkal ancaman
Iran.
Pasca
Invasi AS
Tergulingnya Saddam
Hussein lewat invasi AS pada tahun 2003 memberikan peluang yang sangat besar
bagi munculnya kekuatan Syiah dalam kontestasi politik Irak. Terpilihnya Nouri
al-Maliki pada tahun 2006 membuktikan geliat Syiah untuk menggantikan Sunni di
era Saddam begitu sangat jelas. Hal ini sekaligus berdampak pada semakin
kuatnya kekuatan Syiah dalam konfigurasi politik dan keamanan di Timur Tengah.
Kekuatan Syiah di Irak
tidak bisa dilepaskan begitu saja dari pengaruh Syiah di Iran. Hal ini bisa
dikatakan bahwa Irak di era Maliki saat ini menjadi kepanjangan tangan Iran
dalam mengamankan kepentingan nasionalnya di Irak. Hal ini bisa dilihat dari
penyerangan roket yang dilakukan oleh Badr Brigade terhadap PMOI beberapa hari
yang lalu.
Upaya pemerintah Irak
di era Maliki untuk menyingkirkan PMOI dari tanah Irak menggeliat sejak tahun
2009 hingga saat ini. Di tahun 2009 pemerintah Irak diduga telah melakukan
penyerangan yang mengakibatkan tujuh orang terbunuh dan 500 orang mengalami
luka-luka. Kemudian pada tahun 2011,tentara Irak melakukan penyerangan kembali
yang mengakibatkan 36 orang terbunuh dan beberapa orang terluka. Pada tahun
2012, PMOI pindah ke Camp Hurriya (Camp Liberty) yang berujung pada munculnya
penyerangan oleh Badr Brigade yang mengakibatkan enam orang tewas dan 50 orang
terluka.
Penyerangan demi
penyerangan yang dilakukan oleh rejim Maliki maupun organisasi yang dekat
dengan pemerintah Iran semacam Badr Brigade tidak bisa dilepaskan dari sikap
PMOI yang menentang pemerintah Iran. Salah satu bentuk penentangan PMOI
terhadap Iran adalah sikap PMOI yang membocorkan aktivitas program nuklir Iran
pada tahun 2002.
Bocornya program nuklir
Iran ke dunia internasional membuat Iran harus berhadapan dengan IAEA
(International Atomic Energy Agency) yang kemudian mendapatkan sanksi dari
Dewan Keamanan PBB yang didukung oleh AS dan sekutu-sekutunya. Padahal, di sisi
yang lain, pihak pemerintah Iran telah menjelaskan kepada PBB bahwa program
nuklir Iran dimaksudkan untuk tujuan damai bukan untuk membuat senjata nuklir.
Pemerintah Iran
menyadari betul bahwa pangkal persoalan mencuatnya program nuklir Iran ke dunia
internasional adalah berasal dari PMOI. Maka tidak mengherankan jika pemerintah
Iran berupaya secara keras untuk melumpuhkan PMOI di Irak. Rejim Ahmadinejad di
Iran menggandeng rejim Maliki untuk bersama-sama menumpas PMOI yang dianggap
membahayakan eksistensi dan kepentingan nasional Iran di Timur Tengah.
Posisi PMOI yang
menyimpan informasi penting terkait Iran khususnya tentang program nuklir Iran
dimanfaatkan oleh pihak AS. Salah satu bentuk proteksi yang diberikan AS ke
PMOI adalah memberikan perlindungan secara militer dan logistik. Menyikapi kondisi
ini, kemudian pihak Iran melakukan negosiasi dengan AS terkait sepak terjang
PMOI yang membahayakan Iran. Salah satu bentuk tawaran penting Iran ke AS
adalah bahwa Iran akan menarik dukungan militernya ke Hamas dan Hizbullah.
Berpijak dari ulasan di
atas maka bisa disimpulkan bahwa munculnya tekanan dan bahkan serangan-serangan
militer ke Camp Ashraf dan Hurriya oleh Badr Brigade maupun rejim Maliki
disebabkan karena PMOI memegang informasi-informasi penting khususnya program nuklir
Iran. Dalam hal ini, melumpuhkan PMOI adalah hal yang penting bagi Iran demi
mengamankan kepentingan nasionalnya di Timur Tengah.
[1]
Dosen Hubungan
Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.