Welcome to the Enlightening Idea

The very powerful word combining of media makes it very overwhelming to change of the world

Jumat, 06 Juli 2012


Suriah di Ambang Kehancuran
Oleh : Fatkurrohman,S.IP,M.Si[1]

Ekskalasi konflik antara pemerintahan Bassar al-Assad dengan para pemberontak telah masuk ke kondisi yang sangat memprihatinkan. Tiap hari korban jiwa yang berjatuhan hampir mencapai 40-100 orang. Berdasarkan data yang diperoleh PBB, jumlah korban tewas sejak revolusi bergulir telah mencapai 10,000 orang.
Jumlah korban akan terus menanjak selama belum ada langkah-langkah yang efektif untuk menghentikan kekejaman rejim Assad. Pihak-pihak yang bertikai yakni pihak rejim dan pihak pemberontak mengklaim diri sebagai pihak yang benar. Pihak Assad menyatakan bahwa pihaknya ingin menumpas kelompok teroris (pemeberontak) karena dianggap mengganggu stabilitas negara. Sementara di pihak yang lain, kelompok pemberontak ingin menumbangkan rejim Assad karena dianggap koruptif dan nepotisme.
Suriah merupakan sebuah negara bekas koloni Perancis yang mempunyai jumlah penduduk kira-kira 22 juta jiwa. Gerakan perlawanan terhadap Assad mulai terjadi seiring dengan munculnya Arab Spring yang melanda Tunisia, Libya, dan Mesir. Setidaknya ada 15 negara yang mengalami gejolak politik (political turmoil) di Timur Tengah pasca gelombang protes terhadap pemerintahan Ben Ali yang terjadi di Tunisia 18 Desember 2010.
Salah satu dampak dari revolusi yang terjadi di Tunisia dua tahun lalu, membuat Suriah berada di titik kritis yang bisa memicu terjadinya perang saudara. Pertumpahan darah antara rejim penguasa dengan pihak pemberontak telah membuat banyak kerugian bagi Suriah tidak hanya merusak tatanan ekonomi domestik, tetapi juga menjadi tempat pertarungan pengaruh di antara negara-negara besar seperti AS dan Rusia.
AS Terjegal
Meskipun Perang Dingin (Cold War) antara Uni Soviet (Rusia) dengan AS telah berakhir di penghujung tahun 1989, tetapi sisa-sisa permusuhan masih tetap tercium hingga saat ini. Hal yang paling nampak dari kuatnya aroma pertarungan antar keduanya bisa kita lihat di Suriah. Protes politik (political revolt) yang melanda Suriah hampir lebih dari satu tahun belum menampakkan tanda-tanda akan berakhirnya gejolak politik di negara tersebut.
Salah satu hal yang menyebabkan rejim Assad sulit untuk dijatuhkan oleh AS dan para sekutunya karena Rusia dan China tidak ingin kecolongan lagi dalam menangkal pengaruh AS di Timur Tengah. Dalam konteks ini, Rusia dan China telah gagal dalam menahan laju AS di Libya yang mengakibatkan jatuhnya rejim Khadafi. Invasi AS dan para sekutunya ke Libya merupakan pukulan telak bagi Rusia dan China di Timur Tengah.
Belajar dari pengalaman Libya, Rusia dan China tidak akan pernah merekomendasikan Dewan Keamanan PBB untuk mengeluarkan resolusi militer atas Suriah. Maka tidak mengherankan jika Rusia dan China telah dua kali melakukan veto atas keinginan AS yang ingin menggunakan kekuatan militer untuk menyelesaikan masalah Suriah.
Relasi Suriah dengan Rusia dan China tidak terkait secara langsung dengan masalah minyak yang dimiliki Suriah karena cadangan minyak Suriah menurut The World Factbook 2011 hanya sekitar 2,500,000,000 (bbl) atau di posisi ke-33 dunia. Cadangan minyak Suriah masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Arab Saudi dan Iran yang berada di posisi ke-1 dan ke-4 dunia.
“ Kegagalan “ Annan
Enam poin rencana utusan khusus Liga Arab dan PBB Kofi Annan untuk meredakan kondisi di Suriah belum terimplementasi secara baik. Salah satu dari poin tersebut adalah perlunya kedua belah pihak untuk menghentikan kekerasan dan penarikan tentara ke barak. Hal itu ditunjukkan dengan semakin meningkatnya tingkat kekerasan yang terjadi antara rejim Assad dengan para pemberontak khususnya di wilayah Homs, al-Haffa, dan Idlib.
Ketatnya perlawanan dari para pemberontak terhadap rejim Assad tidak bisa dilepaskan dari pasokan senjata dari AS dan NATO. Tidak hanya itu, pihak AS juga disinyalir melatih para pemberontak di Turki. Di pihak yang lain, Iran, China, dan Rusia juga diduga berada di belakang rejim Assad dalam menyediakan persenjataan militer.
Sikap saling mendukung yang dilakukan oleh negara-negara di luar Suriah telah sedikit banyak memberikan kontribusi yang besar bagi instabilitas politik dan keamanan di Suriah. Maka tidak mengherankan jika korban-korban jiwa tidak berdosa terus berjatuhan. Hal ini mengakibatkan keprihatinan masyarakat internasional atas terjadinya hal tersebut di Suriah.
Salah satu bentuk keprihatinan yang dilakukan oleh masyarakat dunia adalah dengan mengutuk dan menarik perwakilan diplomatiknya dari Damaskus. Upaya tersebut dilakukan agar pemerintah rejim Assad mau menghentikan tindakan brutalnya terhadap warga sipil dan suksesi kepemimpinan di Suriah bisa berjalan dengan baik.
Suksesi kepemimpinan akan terasa sulit di Suriah jika permintaan pemerintah Suriah dan Rusia tidak direspon oleh PBB. Permintaan tersebut adalah terkait dengan pentingnya dialog dalam menyelesaikan masalah internal di Suriah. Pihak-pihak yang sedang berkonflik harus duduk satu meja dalam menyelesaikan masalah Suriah.
Dialog bagi rejim Assad adalah hal yang urgen untuk segera dilakukan. Untuk itu pihak Assad mengajak pihak pemberontak untuk menghentikan tindakan terornya dan mau berdialog dengan pemerintahannya. Tetapi, pihak AS dan sekutunya lebih menginginkan penggunaan kekuatan militer daripada dialog. Hal itu bisa dibuktikan dengan fakta bahwa AS lewat DK PBB beberapa kali mengusulkan opsi invasi ke Suriah tetapi opsi tersbut kemudian diveto oleh Rusia dan China.
Berpijak dari paparan di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa jika kondisi di Suriah tidak segera dicarikan solusi efektif, maka kehancuran Suriah tidak akan bisa dielakkan.

[1] Dosen Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.