Tim MER-C (Medical Emergency Rescue Committee) merespon secara cepat
korban-korban akibat konflik maupun bencana yang terjadi baik di dalam maupun
luar negeri. Salah satu yang mendapatkan respon dari tim ini adalah masayarakat
di Jalur Gaza, Palestina. Wilayah Gaza merupakan sebuah teritorial yang pernah
diagresi oleh Israel di penghujung tahun 2008 yang telah menewaskan ribuan
penduduk Gaza.
Kontribusi besar MER-C ke Gaza
adalah pembangunan Rumah Sakit Indonesia (RSI) berbentuk segi delapan yang tahap
pertamanya telah selesai bulan ini. Hal ini sekaligus menjadi kebanggaan bagi
seluruh bangsa Indonesia, khususnya MER-C yang telah bekerja keras menggalang
dana untuk menyelesaikan rumah sakit tersebut.
MER-C merupakan lembaga sosial-kemanusiaan
yang berperan aktif dalam menangani secara medis korban akibat konflik dan
bencana alam yang didirikan oleh mahasiswa UI (Universitas Indonesia) pada tahun
1999. Kegiatan pertolongan medis berawal dari konflik yang melanda Maluku
hingga ke wilayah-wilayah konflik di dunia.
Kondisi akibat konflik yang terjadi
di Gaza telah memberikan inspirasi bagi tim MER-C untuk mengulurkan bantuan guna
memberikan secercah harapan hidup bagi para korban kemanusiaan. Dalam konteks
ini, peran aktif dan dukungan pemerintah Indonesia sangat dibutuhkan, mengingat
Indonesia mempunyai peran penting dalam mendorong Palestina menjadi lebih baik.
Pertama, bantuan kemanusiaan.
Konflik Palestina dengan Israel yang berkepanjangan khususnya di Jalur Gaza
telah menorehkan beban berat bagi kehidupan penduduk Gaza yang jumlahnya
kira-kira mencapai 1,5 juta. Blokade yang dilakukan oleh Israel dan penghentian
bantuan Barat atas Gaza semakin meningkatkan jumlah kemiskinan dan kelaparan
masyarakat Gaza. Kondisi ini kemudian mengetuk para relawan seperti dari MER-C,
KISPA (Komite Indonesia untuk Solidaritas
Palestina), dan PMI (Palang Merah Indonesia) untuk memberikan bantuan
kemanusiaan.
Di pihak yang lain, pemerintah
Indonesia juga aktif memberikan bantuan ke Palestina baik pada tahun 2009
maupun tahun 2011. Di tahun 2011, Indonesia bahkan menjadi negara pertama dari
luar negeri yang memberikan bantuan ke Gaza yang nilainya kurang lebih 790 juta
rupiah yang berupa alat-alat medis seberat 1 ton dan mobil ambulan.
Kedua, mendamaikan Hamas-Fatah.
Peran aktif Indonesia sangat dibutuhkan dalam mendamaikan Hamas dan Fatah yang
sampai saat ini masih bersitegang. Hal ini penting mengingat belum terwujudnya
pemebentukan pemerintahan baru yang digagas oleh kedua belah pihak yang
difasilitasi oleh pemerintah Qatar di awal Februari 2012. Untuk itu, Indonesia
mempunyai kans besar untuk mendorong kedua belah pihak untuk mewujudkan
pemerintahan baru Palestina karena Indonesia mempunyai hubungan yang relatif
baik dengan pemimpin Fatah maupun Hamas.
Ketegangan hubungan antara Hamas
dan Fatah mengalami puncaknya ketika Hamas memenangkan pemilu parlemen pada
tahun 2006. Kemenangan Hamas tersebut kemudian tidak diakui oleh Barat dan
Israel. Tidak hanya itu, Barat juga mengancam tidak akan mengirimkan bantuan ke
Palestina karena Hamas dianggap sebagai organisasi teroris. Pada tahun 2007,
Hamas mengontrol Gaza, sementara di sisi yang lain, Fatah menguasai Tepi Barat.
Sejak saat itu, rekonsiliasi kedua belah pihak mengalami kebuntuan (deadlock) di tingkat implementasi
penyelenggaraan pemilu.
Ketiga, kemerdekaan Palestina. Hal
yang juga tidak kalah penting adalah bahwa Indonesia sebagai negara yang
menjunjung tinggi nilai-nilai anti-kolonialisme seperti yang termaktub dalam
pembukaan UUD 1945 berusaha mendorong agar Palestina bisa diakui sebagai sebuah
negara yang berdaulat.
Sebagai langkah awal, pemerintah
Indonesia akan membuka sebuah kedutaan baru di Palestina sebagai bukti konkret
dalam mendorong Palestina sebagai sebuah negara. Selama ini, pemerintah
Indonesia menempatkan Palestina dan Yordania menjadi satu struktur kedutaan
dalam Kementrian Luar Negeri.
Keempat, diplomasi internasional.
Indonesia terus berupaya secara intens untuk mendorong Palestina menjadi
anggota penuh PBB. Salah satu dari upaya tersebut adalah Indonesia telah
mengkomunikasikannya dalam pertemun OKI (Organisasi Kerja Sama Islam) di
Palembang di awal tahun ini. Selain itu, dalam forum-forum internasional di
PBB, Indonesia juga aktif melobi negara-negara lain agar ikut serta mendukung
keinginan Palestina menjadi salah satu anggota dari 192 negara anggota PBB.
Keinginan Palestina untuk menjadi
anggota penuh PBB disampaikan oleh Mahmoud Abbas dalam pidatonya di Majelis
Umum PBB tahun lalu. Selain itu, Abbas juga mengirimkan surat resmi ke
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon agar keinginan Palestina dibahas dalam
sidang Dewan Keamanan PBB. Dalam hal ini, keinginan Palestina akan terkabul
jika disetujui 9 dari 15 anggota Dewan Keamanan dan tidak mendapatkan veto dari
anggota tetap Dewan Keamanan PBB.
Berpijak dari paparan di atas, kita
dapat menyimpulkan bahwa Indonesia di mata Palestina begitu sangat penting,
karena Indonesia tidak hanya aktif dalam memberikan bantuan kemanusiaan, tetapi
juga aktif dalam mendorong Palestina menjadi sebuah negara yang independen.