Welcome to the Enlightening Idea

The very powerful word combining of media makes it very overwhelming to change of the world

Senin, 11 Juni 2012

Indonesia di Mata Palestina


Tim MER-C (Medical Emergency Rescue Committee) merespon secara cepat korban-korban akibat konflik maupun bencana yang terjadi baik di dalam maupun luar negeri. Salah satu yang mendapatkan respon dari tim ini adalah masayarakat di Jalur Gaza, Palestina. Wilayah Gaza merupakan sebuah teritorial yang pernah diagresi oleh Israel di penghujung tahun 2008 yang telah menewaskan ribuan penduduk Gaza.

Kontribusi besar MER-C ke Gaza adalah pembangunan Rumah Sakit Indonesia (RSI) berbentuk segi delapan yang tahap pertamanya telah selesai bulan ini. Hal ini sekaligus menjadi kebanggaan bagi seluruh bangsa Indonesia, khususnya MER-C yang telah bekerja keras menggalang dana untuk menyelesaikan rumah sakit tersebut.

MER-C merupakan lembaga sosial-kemanusiaan yang berperan aktif dalam menangani secara medis korban akibat konflik dan bencana alam yang didirikan oleh mahasiswa UI (Universitas Indonesia) pada tahun 1999. Kegiatan pertolongan medis berawal dari konflik yang melanda Maluku hingga ke wilayah-wilayah konflik di dunia.

Kondisi akibat konflik yang terjadi di Gaza telah memberikan inspirasi bagi tim MER-C untuk mengulurkan bantuan guna memberikan secercah harapan hidup bagi para korban kemanusiaan. Dalam konteks ini, peran aktif dan dukungan pemerintah Indonesia sangat dibutuhkan, mengingat Indonesia mempunyai peran penting dalam mendorong Palestina menjadi lebih baik.

Pertama, bantuan kemanusiaan. Konflik Palestina dengan Israel yang berkepanjangan khususnya di Jalur Gaza telah menorehkan beban berat bagi kehidupan penduduk Gaza yang jumlahnya kira-kira mencapai 1,5 juta. Blokade yang dilakukan oleh Israel dan penghentian bantuan Barat atas Gaza semakin meningkatkan jumlah kemiskinan dan kelaparan masyarakat Gaza. Kondisi ini kemudian mengetuk para relawan seperti dari MER-C, KISPA (Komite Indonesia untuk  Solidaritas Palestina), dan PMI (Palang Merah Indonesia) untuk memberikan bantuan kemanusiaan.

Di pihak yang lain, pemerintah Indonesia juga aktif memberikan bantuan ke Palestina baik pada tahun 2009 maupun tahun 2011. Di tahun 2011, Indonesia bahkan menjadi negara pertama dari luar negeri yang memberikan bantuan ke Gaza yang nilainya kurang lebih 790 juta rupiah yang berupa alat-alat medis seberat 1 ton dan mobil ambulan. 

Kedua, mendamaikan Hamas-Fatah. Peran aktif Indonesia sangat dibutuhkan dalam mendamaikan Hamas dan Fatah yang sampai saat ini masih bersitegang. Hal ini penting mengingat belum terwujudnya pemebentukan pemerintahan baru yang digagas oleh kedua belah pihak yang difasilitasi oleh pemerintah Qatar di awal Februari 2012. Untuk itu, Indonesia mempunyai kans besar untuk mendorong kedua belah pihak untuk mewujudkan pemerintahan baru Palestina karena Indonesia mempunyai hubungan yang relatif baik dengan pemimpin Fatah maupun Hamas.

Ketegangan hubungan antara Hamas dan Fatah mengalami puncaknya ketika Hamas memenangkan pemilu parlemen pada tahun 2006. Kemenangan Hamas tersebut kemudian tidak diakui oleh Barat dan Israel. Tidak hanya itu, Barat juga mengancam tidak akan mengirimkan bantuan ke Palestina karena Hamas dianggap sebagai organisasi teroris. Pada tahun 2007, Hamas mengontrol Gaza, sementara di sisi yang lain, Fatah menguasai Tepi Barat. Sejak saat itu, rekonsiliasi kedua belah pihak mengalami kebuntuan (deadlock) di tingkat implementasi penyelenggaraan pemilu.

Ketiga, kemerdekaan Palestina. Hal yang juga tidak kalah penting adalah bahwa Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai anti-kolonialisme seperti yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945 berusaha mendorong agar Palestina bisa diakui sebagai sebuah negara yang berdaulat.

Sebagai langkah awal, pemerintah Indonesia akan membuka sebuah kedutaan baru di Palestina sebagai bukti konkret dalam mendorong Palestina sebagai sebuah negara. Selama ini, pemerintah Indonesia menempatkan Palestina dan Yordania menjadi satu struktur kedutaan dalam Kementrian Luar Negeri.

Keempat, diplomasi internasional. Indonesia terus berupaya secara intens untuk mendorong Palestina menjadi anggota penuh PBB. Salah satu dari upaya tersebut adalah Indonesia telah mengkomunikasikannya dalam pertemun OKI (Organisasi Kerja Sama Islam) di Palembang di awal tahun ini. Selain itu, dalam forum-forum internasional di PBB, Indonesia juga aktif melobi negara-negara lain agar ikut serta mendukung keinginan Palestina menjadi salah satu anggota dari 192 negara anggota PBB.

Keinginan Palestina untuk menjadi anggota penuh PBB disampaikan oleh Mahmoud Abbas dalam pidatonya di Majelis Umum PBB tahun lalu. Selain itu, Abbas juga mengirimkan surat resmi ke Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon agar keinginan Palestina dibahas dalam sidang Dewan Keamanan PBB. Dalam hal ini, keinginan Palestina akan terkabul jika disetujui 9 dari 15 anggota Dewan Keamanan dan tidak mendapatkan veto dari anggota tetap Dewan Keamanan PBB. 

Berpijak dari paparan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa Indonesia di mata Palestina begitu sangat penting, karena Indonesia tidak hanya aktif dalam memberikan bantuan kemanusiaan, tetapi juga aktif dalam mendorong Palestina menjadi sebuah negara yang independen.