Welcome to the Enlightening Idea

The very powerful word combining of media makes it very overwhelming to change of the world

Kamis, 04 November 2010

Tragedi AS di Irak
Oleh : Fatkurrohman, S.IP.M.Si

Dunia internasional saat ini sedang digemparkan dengan rilis terbaru yang dikeluarkan oleh organisasi internasional yang bermarkas di Swedia yakni WikiLeaks. Organisasi ini merilis data-data penting invasi Amerika Serikat (AS) ke Irak pada tahun 2003. Informasi tersebut terkait dengan adanya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan oleh polisi dan terntara Irak yang dilatih AS terhadap warga sipil Irak rentang waktu 2004-2010.
Selain masalah pelanggaran HAM, WikiLeaks juga merilis adanya perang bayangan antara Iran dan AS pada tahun 2006 yang kemudian mengangkat memori kita atas munculnya perseteruan di abad ke-21 antara Iran dan AS. Dalam konteks ini, WikiLeaks ternyata tidak hanya menyampaikan informasi terkait invasi AS di Irak, tetapi juga pernah merilis “dosa-dosa” besar AS di Afghanistan pada bulan Juli 2010.
Fenomena ini kemudian memantik reaksi keras dari petinggi-petinggi AS baik dari Menteri Luar Negeri AS Hillary Rodham Clinton maupun juru bicara Pentagon Kolonel Dave Lapan yang menuduh WikiLeaks telah melanggar hukum karena mempublikasikan dokumen-dokumen penting milik pemerintah AS.
Kemudian yang menjadi pertanyaannya adalah mengapa WikiLeaks merilis informasi invasi AS ke Afghanistan dan Irak?. Bagaimana dampaknya bagi pemerintah AS ke depan?. Pertanyaan ini sangat penting untuk kita diskusikan karena hal ini merupakan fakta baru bagi dunia internasional mengenai sepak terjang AS di dunia dan bernilai penting bagi publik dunia untuk memahami secara objektif terkait AS.
WikiLeaks adalah organisasi internasional yang diketuai oleh Julian Assange berkebangsaan Australia. WikiLeaks mempublikasi situsnya pada tahun 2006. Lembaga ini pernah mengejutkan dunia dengan merilis kurang lebih 77.000 data rahasia militer AS di perang Afghanistan ke tiga media raksasa seperti New York Times, Guardian, dan Der Spiegel.
Kita sangat mafhum bahwa munculnya invasi AS ke Afghanistan pada tahun 2001 adalah upaya perang atas terorisme (war on terrorism) pasca peristiwa Black September yang telah menghancurkan ikon ekonomi AS yakni WTC (world trade center) yang diduga dilakukan oleh jaringan al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden.
Babak berikutnya yang dilakukan oleh pemerintah AS adalah mencari Osama bin Laden yang menurut pasokan informasi dari badan inteljen AS (CIA), bahwa sang pemimpin al-Qaeda bersembunyi di daerah pegunungan Afghanistan yang mendapatkan perlindungan dari kelompok mujahidin Taliban yang saat itu berkuasa di Afghanistan.
Berdasarkan informasi yang kebenarannya masih dipertanyakan publik tersebut, akhirnya AS beserta sekutu-sekutunya (NATO) melakukan invasi secara masif ke Afghanistan yang sampai saat ini belum banyak membuahkan hasil dan cenderung membuat kelompok mujahidin menjadi sangat intens untuk mengusir pasukan koalisi agar keluar dari Afghanistan. Dalam perang selama sembilan tahun tersebut, banyak informasi rahasia terkait pelanggaran HAM dan konspirasi negara-negara sekutu yang lepas dari publik yang kemudian disebarkan secara luas oleh organisasi nirlaba WikiLeaks.
Segendang sepenarian dengan invasi AS ke Afghanistan adalah invasi AS ke Irak pada tahun 2003. Dalam invasi yang memakan waktu kurang lebih tujuh tahun, AS diduga telah melakukan banyak pelanggaran HAM di Irak khususnya terkait penyiksaan para tahanan di Abu Gharib. Informasi penting terkait pelanggaran HAM juga pernah dirilis oleh analisis angkatan bersenjata di Irak Bradly Manning yang sekarang berada dalam penjara militer AS.
Motif WikiLeaks
Sikap WikiLeaks yang merilis informasi rahasia tentang sepak terjang tentara AS di Afghanistan dan Irak bukan tanpa alasan. Secara garis beras ada beberapa motif penting yang mendorong lembaga nirlaba tersebut mempublikasikan informasi yang akan mengancam keamanan warga sipil yang berkonspirasi dengan AS dan pasukan AS di Afghansitan dan Irak.
Motif-motif tersebut adalah pertama terkait dengan pemberian hukuman (punishment) terhadap AS yang dalam satu sisi kerap kali melakukan pelanggaran HAM dan sisi lain selalu mendorong agar HAM ditegakkan. Kedua, terkait dengan memberikan pemahaman ke publik bahwa pemerintah AS ternyata tidak lebih baik dari pemerintahan tirani yang lain seperti Irak di era Saddam Hussein dan junta militer di Myanmar.
Tragedi AS
Fenomena bocornya ribuan informasi rahasia tentara AS di Afghanistan dan di Irak ke publik yang disinyalir terbesar dalam sejarah AS membuat tragedi militer bagi AS. Hal ini mengakibatkan pihak AS akan dihujat oleh banyak negara di tengah gejolak ekonomi domestik yang tak kunjung membaik pasca krisis global yang melanda dunia medio 2008. Selain itu, hal ini harus menjadi peringatan awal (early warning) bagi pemerintahan Obama untuk memperbaiki citra AS di era Bush yang sangat lekat dengan senjata menjadi lebih elegen seperti janjinya ketika inagurasi pada tanggal 20 Januari 2009.
Berpijak dari analisa di atas maka bocornya informasi penting militer AS dalam invasinya di Afghanistan dan Irak oleh WikiLeaks bisa dijadikan renungan bahwa banyak hal yang harus diketahui publik terkait beragamnya pelanggaran HAM yang dilkukan oleh AS dan pentingnya lembaga penyeimbang selevel WikiLeaks untuk meminimalisir pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara super power seperti AS. Wallahu A’lam.