Welcome to the Enlightening Idea

The very powerful word combining of media makes it very overwhelming to change of the world

Selasa, 23 November 2010

TKI, Saudi, dan SBY
Dunia tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri kembali menorehkan luka yang mendalam dalam beberapa hari terakhir. Kasus kekerasan yang menimpa Sumiati yang mulutnya digunting majikannya belum tuntas, Indonesia digemparkan dengan tewasnya tenaga kerja Indonesia asal Cianjur, Jawa Barat, Kikim Komalasari, yang meregang nyawa akibat diperkosa dan dibunuh oleh majikannya di Arab Saudi. Peristiwa tindak kekerasan yang menimpa para “pahlawan devisa” tersebut tidak hanya kali ini saja, tetapi jumlahnya dalam rentang 2010 mencapai 2.952 kasus. Fakta kekerasan yang menimpa para TKI ini ibarat fenomena gunung es yang jumlahnya melebihi dari apa yang telah di-release baik oleh pemerintah maupun media. Kondisi ini tentunya mengganggu rasa kemanusiaan dan penegakan hak asasi manusia yang secara legal diatur oleh setiap negara yang menempatkan tenaga kerja sebagai pihak yang harus dihormati baik hak keselamatan kerja maupun hak untuk mendapatkan gaji yang memadahi. Kemudian yang menjadi pertanyaannya adalah mengapa pemerintah Indonesia selalu lamban dalam penanganan TKI?.Apa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintahan SBY terkait dengan beragam penyiksaan para TKI di luar negeri khususnya dengan Arab Saudi?. Hal ini sangat penting untuk kita diskusikan karena masalah TKI adalah masalah bangsa yang harus dituntaskan agar kejadian-kejadian serupa tidak terulang lagi di masa-masa yang akan datang. Masalah terbesar yang memicu banyaknya tenaga kerja Indonesia di luar negeri adalah pihak pemerintah Indonesia gagal dalam menyiapkan infrastruktur domestik dalam penyerapan tenaga kerja. Hal ini berdampak pada munculnya banyak pengangguran dan kriminalitas di domestik. Kondisi ini diperparah dengan sulitnya memperoleh akses dan jaminan gaji yang memadahi untuk sekedar survive sehingga mengakibatkan banyak dari para pencari kerja untuk memberanikan diri untuk bekerja di luar negeri baik melalui jalur legal maupun illegal guna mendapatkan gaji yang tinggi. Ekspektasi mendapatkan gaji yang tinggi ditambah dengan banyaknya para “alumni” TKI yang sukses mengumpulkan pundi-pundi kekayaan membuat para pencari kerja menjadi kepincut untuk mengikuti jejak para teman-temannya yang lebih dulu menjadi TKI. Kondisi ini kemudian mengakibatkan jumlah para TKI yang ke luar negeri jumlahnya tiap tahun mengalami peningkatan yang signifikan. Untuk tahun 2010 per Februari jumlanya telah mencapai 2.679.536 orang dan pemasukan devisa yang dihasilkan dari remitansi untuk akhir tahun 2009 telah mencapai US$ 6.615.312.274 miliar.Jumlah para TKI tersebut tersebar di beberapa negara baik yang ada di kawasan Asia maupun di kawasan Timur Tengah. Jumlah terbesar berada di kawasan Asia Tenggara khususnya di Malaysia. Jumlah TKI yang berada di Malaysia jumlahnya mencapai kurang lebih 1.200.000 orang kemudian di posisi kedua ditempati oleh Arab Saudi dengan jumlah TKI kira-kira 927.500 orang.Sementara persebaran lain para TKI berada di Taiwan, Hongkong, Brunei Darussalam, Jepang, Korea Selatan, Singapura, Yordania, Bahrain, Kuwait, UEA, dan Qatar. Persebaran ini tentu memiliki banyak pertimbangan. Salah satu hal yang menjadi pertimbangan mendasar para TKI adalah mendapatkan gaji yang tinggi. Gaji yang tinggi menjadi dambaan para TKI mengingat kerja di negeri sendiri selain sulitnya lapangan kerja juga karena gaji kerja di Indonesia relatif kecil. Sikap Reaktif Pemerintahan SBY terkesan sangat reaktif dalam penanganan masalah TKI di luar negeri. Hal ini bisa kita lihat dalam kasus banyaknya penyiksaan para TKI di Malaysia yang jumlahnya terus merangkak dari tehun ke tahun sejak tahun 2005-2009 jumlahnya mencapai 173 kasus. Sikap pemerintah yang baru bertindak ketika ada kasus penyiksaan seperti pemadam kebakaran yang datang ketika kebakaran terjadi. Kondisi ini membuat masalah penyiksaan terus berulang setiap tahun tanpa skema penyelesaian yang jelas. Hal ini pula yang terjadi dalam penanganan kasus penganiayaan yang menimpa para TKI di Arab Saudi dan beberapa negara yang mungkin tidak terekspos oleh media. Pemerintahan SBY mestinya bisa membaca keadaan dengan belajar pada kasus-kasus sebelumnya dan membuat tindakan preventif yang berkesinambungan misalanya dengan menindak tegas para PJTKI nakal dan mempersiapkan para TKI dengan kemampuan yang memadahi sebelum diterjunkan ke negara tujuan. Selain itu, pemerintah harus tegas terhadap negara tujuan yang tidak memperlakukan para TKI secara baik. Dalam hal ini SBY harus belajar dari Arroyo dalam menyikapi persoalan TKI di luar negeri. Ketika Malaysia menahan tiga warga negara Filipina, Arroyo langsung terbang ke Kuala Lumpur untuk menemui Najib Razak dan akhirnya pemerintah Malaysia membebaskan tiga warga negara Filipina. Dalam hal menyelamatkan warganya, kita juga bisa melihat keberhasilan Jimmy Carter dan Morales yang mampu memberikan rasa aman bagi warganya di luar negeri. Harga Diri Bangsa Fakta banyaknya kasus yang menimpa para TKI di luar negeri, SBY harus tegas dalam menyelesaikannya. Artinya ketika ada masalah dengan TKI khsusnya yang ada di Arab Saudi maupun Malaysia, SBY harus berani membuat keputusan tegas dengan (memaksa) negara tersebut khususnya Arab Saudi untuk menandatangani MoU dan mengawal pelaksanaannya secara baik. Jika MoU tanpa pengawasan seperti halnya dengan Malaysia maka penyiksaan terhadap TKI akan terus berkelanjutan yang hilirnya akan mengganggu harga diri bangsa. Berpijak dari analisis di atas maka untuk meminimalisasi kekerasan TKI di luar negeri ke depan maka SBY harus pro aktif dalam mengatasi hal tersebut dan bersikap tegas terhadap negara lain yang tidak memberikan raa aman bagi para TKI di luar negeri. Wallahu A’alam.
*) Fatkurrohman SIP MSi, Dosen Hubungan Internasional, UGM Yogyakarta. Penerima beasiswa Endeavour program PhD di University of Western Sydney (UWS), Australia.