Welcome to the Enlightening Idea

The very powerful word combining of media makes it very overwhelming to change of the world

Minggu, 11 April 2010

Kebandelan Netanyahu

Hubungan Israel-Amerika Serikat (AS) akhir-akhir ini sedikit memanas. Hal ini terkait dengan pernyataan keras dari Joseph “Joe” Biden (Wapres AS) dan Hillary Clinton (Menlu AS) terkait dengan upaya Israel yang akan membangun 1.600 rumah baru di Jerusalem Timur. Pernyataan keras dua petinggi negara paman Sam tersebut tentu mengejutkan Israel karena AS selama ini sudah dianggap sebagai big boss yang selalu melindungi dan memberi kenyamanan ke Israel.
Dampak pernyataan keras tersebut mengakibatkan Netanyahu (PM Israel) harus meminta maaf ke AS dan menenangkan parlemen Israel (Knesset) agar tidak terlalu mengambil hati kecaman dari Hillary dan Biden terkait pembangunan pemukiman baru Israel di wilayah yang rencananya akan dijadikan oleh Palestina sebagai ibu kota negara tersebut.
Dalam hal ini, Netanyahu yang populer dipanggil Bibi di domestik Israel sepertinya tidak akan menghiraukan kecaman demi kecaman yang datang dari petinggi AS. Hal tersebut tersirat ketika Bibi menyampaikan pesan di depan Knesset bahwa kecaman yang datang hanya sebatas angin lalu dan pembangunan harus tetap dilanjutkan.
Kemudian pertanyaan yang muncul adalah mengapa Netanyahu begitu bandel terhadap kecaman AS terkait rencana pembangunan rumah baru di Jerusalem Timur?. Pertanyaan ini sangat penting untuk kita diskusikan karena kecaman dari Washington terkait kebijakan Israel di Palestina termasuk jarang sekali dilakukan.
Relasi Israel dan AS secara resmi terbangun pasca kemerdekaan Israel pada tahun 1948. AS merupakan salah satu di antara tiga negara (Uni Soviet, AS, dan Nikaragua) pertama yang mengakui kedaulatan Israel di wilayah Palestina. Hubungan manis antara keduanya sampai saat ini berjalan stabil dan relatif tidak ada sandungan yang berarti.
Riak-riak kecil dalam hubungan keduanya hanya merupakan dinamika dalam perjalanan membangun spirit saling membutuhkan antar kedua negara. Spirit itu muncul karena AS menganggap bahwa Israel adalah sekutu tradisionalnya di Timur Tengah. Sementara AS bagi Israel adalah good patron dalam mewujudkan kepentingannya di Timur Tengah.
Selain masalah relasi yang sudah terjalin hampir enam dekade antara AS dan Israel, ada hal lain yang sangat spesifik yang menyebabkan Israel, dalam hal ini Netanyahu tidak gentar dengan kecaman-kecaman yang keluar dari petinggi-petinggi AS seperti Hillary dan Biden. Bahkan dalam konteks ini, sebetulnya tidak hanya dua pejabat AS saja yang mengecam tindakan Israel terkait pembangunan rumah baru, tetapi kecaman juga datang dari PBB dan Uni Eropa.
Setidak-tidaknya ada tiga alasan spesifik yang mengakibatkan Netanyahu akan terus menjalankan misinya dalam membangun rumah-rumah baru di Jerusalem Timur seperti yang ada dalam cetak biru (blueprint) Ramat Shlomo. Ketiga alasan tersebut adalah lobi Yahudi, posisi Iran, dan bantuan dana kampanye Obama.
Lobi Yahudi
Lobi Yahudi di Amerika Serikat begitu sangat kuat. Seperti yang ditulis oleh John J. Mearsheimer dan Stephen M. Walt ” The Israel Lobby and U.S Foreign Policy” kiprah lobi Yahudi seperti AIPAC (American-Israel Public Affairs Committee) dan CPMJO (the Conference of Presidents of Major Jewish Organizations) begitu sangat kental mewarnai setiap kebijakan AS di Timur Tengah terkait konflik Israel-Palestina.
Pengaruhnya tidak hanya di level Kongres dan Eksekutif, tetapi juga memanipulasi berita di media dan membangun think thank (WINEP) yang bertujuan menyukseskan agenda Israel dalam merebut tanah-tanah Palestina. Hal tersebut bisa kita lihat bahwa AS sering kali membuat kebijakan yang menyudutkan Palestina dan menganakemaskan Israel.
Posisi Iran
Iran ketika di bawah kendali Ahmadinejad membuat sejarah baru bagi hubungannya dengan AS dalam satu dekade terakhir. Pendahulunya, Khatami, dikenal sebagai sosok yang sangat moderat dengan Washington, tetapi di bawah Ahamdinejad, Iran berani membuat politik konfrontasi dengan AS dengan tidak mau tunduk dalam pengaruhnya.
Posisi Ahamdinejad yang ”keras kepala” ini membuat AS (Obama) semakin menjadi-jadi untuk segera mengisolasi Iran dan bahkan ada upaya menginvasi Iran jika tetap berpegang teguh terhadap proyek nuklirnya. Dalam konteks ini, Obama akan menggunakan ”anak didiknya” yakni Israel untuk membantunya dalam menghukum Iran.
Relasi yang timpang dalam hal penyelesaian kasus Iran inilah yang membuat daya tawar AS begitu rendah sehingga bisa dimainkan oleh Israel. Maka tidak mengherankan jika Netanyahu tidak akan mengurungkan niatnya dalam pembanguanan perumahan di Jerusalem Timur meski dalam pandangan internasional hal tersebut adalah ilegal.
Dana Kampanye Obama
Hal yang perlu diperhatikan dalam konstelasi politik domestik AS khususnya kampanye pilpres AS tahun 2008 adalah dana kampanye yang masuk ke Partai Demokrat, partainya Obama. Dalam kampenye pemenangan Obama sebagai presiden AS telah banyak mendapatkan dana bantuan dari pihak Yahudi.
Gelontoran dana ratusan juta dolar AS dari dana-dana yang digalang oleh lobi Yahudi di AS telah membuat Obama mati langkah dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina. Kompensasi politik yang diminta oleh lobi Yahudi ke Obama adalah Obama dilarang keras membela Palestina. Maka tidak mengherankan jika dalam pidato inagurasinya 20 Januari 2009 tidak sedikitpun menyinggung konflik Israel-Palestina.
Berangkat dari analisa di atas maka tidak mengherankan jika ”hutang budi” pemerintah Obama dan kuatnya lobi Yahudi di AS akan menjadi energi bagi Netanyahu untuk terus mewujudkan mimpi-mimpinya membangun Israel di tengah jerit tangis warga sipil Palestina yang kehilangan rumah dan tanah-tanahnya.