Welcome to the Enlightening Idea

The very powerful word combining of media makes it very overwhelming to change of the world

Jumat, 02 April 2010

Gagalnya Opsi Damai Hamas-Israel

Terbunuhnya Mahmoud al-Mabhouh, komandan militer Hamas, di Dubai pada tanggal 19 Januari 2009, mengakibatkan Mossad mendapatkan sorotan tajam di dunia internasional. Kematian Mabhouh semakin menambah daftar panjang korban yang dilakukan oleh agen Mossad yang terkenal sangat licik dan kejam. Selain, Mabhouh, korban lain adalah Ali Hasan Salameh (pemimpin kelompok September), Zuhair Mohsen (politisi Syiria), dan Khalil al-Wazir (tokoh Fatah).
Fakta kematian Mabhouh yang didalangi oleh Mossad dengan melakukan pemalsuan paspor warga Inggris, Perancis, Jerman, dan Irlandia tidak hanya memantik permusuhan dengan negara-negara Eropa, tetapi juga menambah ketegangan dengan Hamas. Artinya, Israel (Mossad) menghadapi dua masalah besar, pertama dengan Hamas akan berdampak meningkatnya tensi ketegangan antar mereka, dan yang kedua adalah munculnya masalah baru dengan negara-negara Eropa.
Dalam tulisan ini tidak akan mengeksplor mengenai dampak pemalsuan paspor warga Eropa oleh Mossad untuk menghabisi Mabhouh, tetapi dalam tulisan ini akan menjelaskan mengenai dampak kematian Mabhouh terhadap hubungan Israel dan Palestina (Hamas) ke depan. Hal ini sangat penting untuk kita diskusikan dengan alasan bahwa hubungan Hamas dan Israel selama ini berjalan secara konfliktual.
Munculnya Hamas tidak bisa dilepaskan dari terlalu lemahnya Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) yang lahir pada tahun 1964 dan Fatah pada tahun 1959 dalam mengupayakan kemerdekaan Palestina. Hal ini kemudian direspon oleh Hamas yang lahir pada tahun 1987 dengan melakukan upaya yang lebih keras dan tanpa kompromi dengan Israel agar kemerdekaan Palestina segera bisa diwujudkan.
Posisi Hamas semakin diperhitungkan dalam percaturan politik domestik Palestina tatkala Hamas pada tahun 2006 bisa mengalahkan Fatah dengan perolehan 76 kursi dari 132 kursi di parlemen. Kemenangan Hamas ini kemudian tidak diakui oleh pihak Barat (AS) sehingga Hamas harus angkat kaki dari Tepi Barat menuju Jalur Gaza.
Posisi Hamas yang berseberangan dan sering terlibat konflik dengan Fatah mengakibatkan kedua belah faksi saling mengintai dan menjatuhkan. Posisi Hamas yang keras dengan Israel dan Fatah yang lembut menyebabkan Fatah lebih “disayang” oleh Israel dan Barat, dibandingkan dengan Hamas yang sangat dibenci oleh Israel dan Barat, bahkan begitu bencinya Barat (AS) terhadap Hamas, maka AS memasukkan Hamas sebagai kelompok teroris yang harus ditumpas.
Posisi Hamas yang konfrontatif terhadap Israel mengakibatkan kedua belah pihak saling meluncurkan roket untuk melakukan intimidasi antara satu dengan yang lainnya. Klimaks dari hubungan Israel dengan Hamas adalah meletupnya agresi Israel ke Gaza pada akhir tahun 2008 sampai dengan awal 2009 yang telah mengakibatkan jatuhnya ribuan korban sipil tak berdosa di Jalur Gaza.
Hubungan Hamas dan Israel akan lebih memanas lagi ke depan dengan terbunuhnya Mabhouh oleh Mossad. Dalam hal ini, tentu Hamas akan melakukan pembalasan terhadap Mossad dengan cara-cara yang lebih keras seperti dengan melakukan penculikan seperti yang pernah dilakukan Hamas terhadap Gilat Shalit pada tahun 2006 atau lebih intens dalam melontarkan roket-roketnya ke Tel Aviv.
Fenomena terbunuhnya Mabhouh tentu akan memiliki dampak yang luar biasa bagi perdamaian Israel dan Palestina. Hubungan keduanya yang telah terbangun secara konfliktual akan semakin menyulitkan keduanya untuk duduk bersama dalam bingkai saling menghormati antara yang satu dengan yang lainnya. Egoisme sektarian keduanya membuat konflik Israel dan Palestina seperti benang kusut yang sangat sulit untuk diurai.
Sebetulnya hubungan Israel dan Palestina di tengah relasi konfliktual Hamas dan Israel, bisa diwacanakan perdamaian dengan melalui dua opsi. Opsi pertama adalah wacana dua negara (two-state solution) atau dua bangsa (two-nation solution). Dua opsi solusi tersebut bisa diimplementasikan untuk meredam relasi yang saling intai menjadi relasi saling menghormati.
Solusi dua negara lebih menempatkan posisi Palestina berdiri sendiri sebagai sebuah negara yang berdaulat dan Israel juga memiliki kedaulatan yang sama dengan Palestina. Palestina juga harus menghormati eksistensi Israel, dan hal yang sama, Israel juga harus menghormati eksistensi dari Palestina.
Jalan terjal solusi ini adalah datang dari kelompok radikal di masing-masing domestik. Kelompok radikal di domestik Palestina, kita bisa merujuk ke Hamas, sementara kelompok radikal di domestik Israel, kita bisa menunjuk Partai Likud (Netanyahu). Jika kelompok-kelompok radikal tersebut tidak menurunkan prinsip kerasnya maka solusi ini akan sangat sulit terwujud.
Solusi berikutnya adalah solusi dua bangsa. Dalam solusi ini Israel dan Palestina menjadi satu negara dengan dibangun sistem politik konsosiasional seperti yang terjadi di Lebanon. Artinya, distribusi kekuasaan (distribution of power) harus disesuaikan dengan kekuatan masing-masing faksi secara adil. Tetapi, hal ini akan sangat sulit terwujud karena Israel tidak ingin eksistensi Yahudi bercampur dengan etnis Arab.
Berpijak dari analisa di atas maka fenomena terbunuhnya Mabhouh akan membawa implikasi besar bagi semakin intensifnya kekerasan antara Israel dan Palestina (Hamas) ke depan. Hal ini tentu akan semakin menjauhkan terbentuknya perdamaian di antara keduanya yang sebelumnya pernah digagas bersama baik dalam bentuk solusi dua negara maupun dua bangsa. Wallu a’lam.