Welcome to the Enlightening Idea

The very powerful word combining of media makes it very overwhelming to change of the world

Senin, 11 Mei 2009

Ketegangan Akibat Flu Babi
Oleh : Fatkurrohman, S.IP, M.Si[1]
Menjelang akhir bulan April 2009, dunia diguncangkan dengan munculnya flu babi (swine flu) yang disinyalir sangat mematikan karena perpaduan antara flu burung, flu manusia, dan flu babi. Penyakit yang diduga muncul pertama kali di Meksiko ini kemudian menjalar ke berbagai negara mulai dari Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Spanyol, Kanada, Brazil, Kolombia, Israel, Selandia Baru, Korea Selatan, dan bahkan Cina.
Fenomena ini kemudian memaksa petinggi WHO (World Health Organization), Margareth Chan, melakukan langkah-langkah strategis dalam menyikapi munculnya flu babi tersebut. Beragam langkah yang diambil oleh Organisasi Kesehatan Dunia adalah menyarankan negara yang terinfeksi flu babi untuk menyiapkan sarana kesehatan yang memadahi termasuk didalamnya adalah Tamiflu dan Relenza. Selain itu, juga menganjurkan kepada orang yang sehat untuk menjauhi tempat-tempat publik dan pemakaian masker.
Flu babi yang berkode H1N1 (influenza A) setidak-tidaknya telah mengakibatkan 83 meniggal dunia di Meksiko dan satu orang di Amerika Serikat. Selain itu, virus H1N1 ini juga telah menginfeksi 1.516 orang di 30 negara di dunia. Fakta ini kemudian mengakibatkan banyak negara melakukan langkah-langkah tertentu guna mengantisipasi menularnya flu babi ke dalam negara mereka.
Kemudian pertanyaannya adalah mengapa flu babi bisa mengakibatkan ketegangan hubungan antar negara?. Pertanyaan ini sangat penting untuk kita bahas karena menyangkut harga diri dan kedaulatan sebuah negara dalam membangun relasinya dengan negara lain.
Munculnya kasus flu babi yang melanda dunia saat ini akan semakin memperberat beban banyak negara. Hal ini terkait dengan masih sulitnya negara-negara dunia dalam menyelesaikan krisis finansial global (global financial crisis) yang mulai menjangkiti dunia di akhir tahun 2008.
Flu babi yang terus menjalar dan menginfeksi banyak korban di belahan dunia telah banyak mengubah tatanan perekonomian masyarakat dunia internasional. Perubahan-perubahan yang signifikan yang terjadi dalam pembangunan ekonomi tersebut bisa kita lihat dari anjloknya bursa saham di banyak negara dan menurunnya angka jumlah penerbangan antar negara.
Rontoknya harga saham maskapai penerbangan dan sedikitnya wisata penerbangan antara negara seolah-olah telah mengukuhkan awal keganasan dari flu babi. Selain itu, wabah flu babi juga telah menghantam dunia perminyakan yang harganya tiap hari kian merosot tajam. Tentu hal ini membuat para investor di level perminyakan menjadi ketakutan untuk meneruskan bisnisnya.
Fakta-fakta tersebut tentunya memiliki dampak yang signifikan bagi negara-negara untuk memulihkan perekonomiannya di tengah terjangan badai krisis finansial global yang saat ini masih menjadi monster yang belum terselesaikan dengan baik. Ibaratnya kondisi dunia saat ini adalah seperti ungkapan sudah jatuh tertimpa tangga pula.
Beban masyarakat dunia internasional yang sangat berat tersebut tentu harus segera mendapatkan terapi yang cocok agar bisa kembali membangun perekonomiannya seperti semula. Tetapi sampai saat ini belum ada upaya-upaya yang signifikan yang diberikan oleh lembaga-lembaga keuangan regional maupun internasional dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Belum terselesainya masalah-masalah krisis finansial global secara holistik dan khususnya masalah flu babi telah memunculkan adanya ketegangan antar negara. Ketegangan-ketegangan hubungan antar negara bisa kita lihat beberapa minggu yang lalu antara pemerintah Meksiko dengan pemerintah Cina, pemerintah Kanada dengan pemerintah Cina, dan pemerintah Brunei Darussalam dengan Inggris.
Di antara ketegangan antar negara tersebut yang paling mencolok adalah antara pemerintah Cina dengan Meksiko. Dalam hal ini pemerintah Meksiko merasa tersinggung dengan sikap pemerintah Cina yang telah melakukan diskriminasi dengan cara mengarantina 128 warga negaranya yang berada di Cina. Untuk menyelesaikan hal tersebut, kemudian pemerintah Meksiko menyewa pesawat untuk menjemput warga negaranya.
Ketegangan antar pemerintah Cina dan Meksiko tersebut tentu merupakan sedikit contoh yang paling mengemuka dalam masalah flu babi. Masalah ketegangan antar negara akibat flu babi sebetulnya juga tidak hanya terjadi antara pemerintah Cina dengan Meksiko saja, tetapi juga terjadi pada negara-negara lain yang merasa keamanannya terancam, cuma perbedaannya adalah derajatnya yang relatif kecil.
Pemerintah Cina dan Kanada, kemudian Brunei Darussalam dengan pihak pemerintah Inggris merupakan contoh-contoh persinggungan ketegangannya pada level yang bisa diselesaikan dengan baik-baik. Hal itu bisa dilihat ketika pemerintah Cina melepaskan warga negara Kanada yang setelah melalui uji klinis di Beijing ternyata tidak terinfeksi flu babi. Hal yang sama juga diambil oleh pemerintah Brunei terhadap beberapa personel tentara Inggris yang sedang berada di Brunei setelah melalui uji medis ternyata dinyatakan negatif dari virus H1N1.
Tindakan-tindakan preventif dalam menyelesaikan masalah flu babi juga dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Ketika menyadari wabah flu babi telah menular di kawasan Asia Tenggara maka pemerintah Indonesia langsung menerapkan langkah-langkah strategis dalam mencegah menjalarnya virus tersebut di Indonesia. Kebijakan-kebijaka strategis tersebut meliputi penempatan alat-lat medis seperti pengukur suhu tubuh dan obat anti virus flu babi di bandara-bandara di Indonesia. Selain itu, pemerintah juga menerapkan kebijakan peringatan perjalanan (travel warning) dan saran perjalanan (travel advisory) ke Meksiko dan negara-negara Amerika Utara.
Berangkat dari analisa di atas maka setiap negara akan berusaha mengamankan negaranya dari gangguan flu babi. Beragam cara akan ditempuh oleh banyak negara agar kepentingannya tersebut bisa terwujud. Tetapi, jika pola pengamanannya dianggap diskriminatif maka hilirnya adalah munculnya ketegangan antara negara seperti yang terjadi antara Cina dan Meksiko.
[1] Staf Pengajar Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.