Kyoto, Dublin, dan AS
Oleh : Fatkurrohman, M.Si[1]
Pertemuan Dublin, Irlandia telah berakhir pada tanggal 28 Mei 2008. Pada pertemuan tersebut dihadiri oleh 111 negara dalam rangka membahas dan menandatangani kesepakatan tentang bom tandan (cluster bomb). Bom tandan adalah bom yang ketika dilepaskan ke udara akan mengeluarkan ratusan bom kecil. Bom-bom kecil yang mengenai sasaran akan langsung meledak. Untuk bom-bom kecil yang tidak meledak akan melesak dalam tanah dan akan menjadi ranjau.Oleh : Fatkurrohman, M.Si[1]
Kesepakatan Dublin telah menghasilkan empat keputusan yang mendasar. Pertama, mengenai pelarangan terhadap negara-negara yang menggunakan, memproduksi, mengirim, dan menyimpan bom tandan. Kedua memberikan bantuan terhadap korban bom tandan. Ketiga, membersihkan wilayah yang diperkirakan menyimpan bom tandan. Terakhir adalah kesediaan negara-negara yang masih menyimpan bom tandan untuk memusnahkanya dalam jangka waktu delapan tahun.
Kyoto atau lebih tepatnya Protokol Kyoto merupakan bagian dari CoP (Conference of the Parties) ke-3 yang dilaksanakan oleh UNFCCC (The United Nations Framework Convention on Climate Change) di Kyoto, Jepang pada tahun 1997. Protokol ini membahas dan mewajibkan anggota peserta Protokol Kyoto untuk mengurangi kadar CO2 (karbondioksida) agar tidak terjadi pemanasan global (global warming) dan perubahan iklim (climate change).
Kemudian yang menjadi pertanyaanya adalah bagaimana pemerintah Amerika Serikat menyikapi kedua perjanjian internasional tersebut?. Apa konsekuensi logis (kerugian) ketika Amerika Serikat menandatangani (meratifikasi) kedua perjanjian tersebut?. Pertanyaan ini sangat menarik untuk kita bicarakan karena Amerika Serikat adalah salah satu di antara beberapa negara yang selalu menolak untuk memelihara keamanan dan lingkungan global.
Amerika Serikat merupakan sebuah negara adidaya yang mempunyai kekuatan ekonomi dan militer yang besar dan kuat. Dua kekuatan Amerika Serikat tersebut menjadikan Amerika Serikat menjadi sebuah negara yang mempunyai pengaruh yang luar biasa di dunia ini. Pengaruh Amerika Serikat yang sangat besar tersebut akan mempengaruhi konstelasi global baik di sektor ekonomi, politik, lingkungan, maupun keamanan internasional.
Sikap Standar Ganda AS
Amerika Serikat adalah salah satu di antara enam negara yang tidak menghadiri dan tidak menandatangani pertemuan Dublin yang membahas dan mewajibkan anggotanya dalam menyelesaikan persoalan bom tandan atau bom curah. Lima negara yang juga berpotensi untuk menyukseskan kesepakatan Dublin yang tidak hadir adalah Tiogkok, Rusia, Israel, Pakistan, dan India.
Sikap Amerika Serikat dalam merespon pertemuan di Dublin, Irlandia tidak menunjukkan keseriusan dalam meneyelesaikan persolan bom tandan dunia. Hal tersebut terlihat dari sikap AS yang mendukung kesepakatan tersebut tetapi tidak mau menandatangani (signing) isi dari kesepakatan Dublin. Sikap stadar ganda AS ini tentunya sangat membingungkan banyak negara dunia internasional. Hal tersebut terkait dengan ribuan ton bom tandan yang dimiliki oleh Amerika Serikat yang disimpan di pangkalan-pangkalan militernya.
Keputusan Amerika Serikat yang melakukan standar ganda ini bisa kita telusuri lebih jauh karena pihak AS masih mempunyai agenda yang belum tuntas dalam melakukan agresi terhadap negara-negara yang menentang terhadap setiap kebijakan Amerika Serikat. Negara yang menentang kebijakan AS selama ini adalah Iran, Syiria, dan beberapa negara di Amerika Latin. Amerika Serikat di bawah kepemimpinan George W. Bush setidak-tidaknya telah melakukan agresi dengan kedok perang antiteror (war on terrorism) terhadap Afghanistan (2002) dan Irak (2003).
Perang antiteror yang didendangkan oleh AS telah memakan ribuan korban sipil di dua negara, yakni Afghanistan dan Irak. Di dua negara tersebut telah merasakan ganasanya bom tandan yang digunakan oleh AS. Banyak korban cacat dan mati secara mengenaskan karena dahsayatnya kekuatan bom tandan. Selain itu, kenyataan yang lebih miris adalah ketika bom tandan yang melesak dalam tanah akan menjadi ranjau dan sewaktu-waktu akan membawa korban warga sipil tak berdosa.
Standar ganda AS tidak hanya dilakukan terhadap kesepakatan Dublin saja, tetapi juga terhadap Prokol Kyoto. Amerika Serikat adalah salah satu penyumbang terbesar gas karbondioksida (CO2) yang mengakibatkan terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim dunia. Pemanasan global yang diikuti dengan perubahan iklim akan meyebabkan mencairnya es di kutub, banjir di belahan dunia, kekeringan, dan gagal panen.
Posisi Amerika Serikat yang sangat strategis dalam mengurangi pemanasan global dan perubahan iklim dunia tentunya banyak ditunggu oleh negara-negara dunia internasional. Dalam forum-forum internasional, AS selalu menekankan pentingnya pengurangan emisi karbondioksida dunia dan memaksa negara lain untuk taat terhadap pengurangan karbondioksida, tetapi Amerika Serikat sendiri tidak meratifikasi Protokol Kyoto. AS hanya menandatangani Protokol Kyoto pada tahun 1998 dan keluar pada tahun 2001. Amerika Serikat hanya berjanji akan mengurangi gas emisi CO2-nya itu pun hanya tertulis di pembukaan naskah hasil CoP ke-13 yang digelar di Bali, 2007.
Kerugian AS
Ada beberapa alasan atau kerugian pihak Amerika Serikat ketika menandatangi dan meratifikasi kesepakatan Dublin dan Protokol Kyoto. Kerugian pemerintah Amerika Serikat ketika menandatangi kesepakatan Dublin adalah pihak AS akan kehilangan ribuan ton bom tandanya yang ditempatkan (disimpan) di pangkalan-pangkalan militernya. Selain itu, kewajiban kesepakatan dublin yang melarang menggunakan, memproduksi, dan mengirim bom tandan akan berlawanan dengan misi luar negeri pemerintah AS yang sangat menyukai peperangan daripada misi damai.
Sementara ketika pemerintah Amerika Serikat meratifikasi Protokol Kyoto maka ada beberapa kerugian mendasar yang akan diterima oleh AS. Kerugian-kerugian tersebut adalah rusaknya peta transportasi AS, membengkaknya biaya pelaksanaan Protokol kyoto yang mencapai 300 milyar dolar amerika serikat, dan akan mengurangi tingkat kompitisi perusahaan-perusahaan Amerika Serikat.
Kerugian-kerugian tersebut itulah yang menyebabkan pihak pemerintah Amerika Serikat menerapkan standar ganda (double standar) di kesepakatan Dublin dan Protokol Kyoto. Dengan menghindari kedua perjanjian internasional tersebut, maka pihak Amerika Serikat mengharapkan munculnya banyak keuntungan baik ekonomi, politis, maupun militer.
[1] Staf Pengajar dan Peneliti di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta.