Prestasi membanggakan telah ditorehkan siswa-siswa Indonesia dalam ajang tahunan olimpiade kimia internasional (The International Chemistry Olimpiad) ke-39 yang digelar pada tanggal 14-24 Juli 2007 di Moskow, Rusia. Para pengharum nama bangsa tersebut adalah Teuku Mahuzh Aufar Kari (SMAN 10 Fajar Harapan, Banda Aceh), Mohamad Faiz (SMAN 10, Pacitan), William (SMA Sutomo I, Medan), dan Vincentius Jeremy Suhardi (SMA St. Louis I, Surabaya).
Mereka mampu memenangkan 4 medali yang terdiri dari dua medali perak dan dua medali perunggu. Hal ini semakin melengkapi kegembiraan prestasi sebelumnya di bidang fisika, dan biologi. Di ajang Olimpiade Fisika ke-18, para siswa Indonesia mampu memperoleh 1 emas, 3 perak, dan 1 perunggu. Sementara di Olimpiade Biologi ke-18 di Saskatoon, Kanada para pelajar mencetak sejarah yang pertama kalinya dengan menggodol 1 emas, 1 perak,dan 1 perunggu.
Perjalanan seleksi domestik menuju Olimpiade Kimia tergolong sangat ketat dan melelahkan yang memakan waktu 10 minggu. Proses seleksi dibagi dalam tiga tahap. Tahap pertama dan kedua masing 3 minggu, dan tahap ketiga 4 minggu. Tahap pertama diseleksi di UI (Universitas Indonesia) 30 orang peraih medali Olimpiade Sains Nasional (OSN) 2006 di Semarang, Jateng. Pada tahap kedua, dilakukan di ITB dengan menyeleksi 17 orang, dan tahap terakhir diplih 4 orang yang betul-betul teruji intelektualitasnya.
Perjalanan proses penyeleksian yang menguras pikiran, waktu, dan energi tersebut ternyata tidak sia-sia. Artinya para delegasi Indonesia tersebut mampu menujukkan kepada dunia internasional bahwa pelajar-pelajar Indonesia bisa bersanding dengan para pelajar-pelajar dari negara lain, khususnya di level Asia Tenggara. Prestasi para siswa dalam Olimpiade Kimia, di Moskow ini juga bisa menjadi sebuah awal dari perbaikan kualitas pada Olimpiade sebelumnya yang di selenggarakan di Korea yang hanya mampu membawa satu perak, dan tiga perunggu.
Tentunya, harapan besar masyarakat Indonesia ke depan adalah prestasi delegasi Indonesia di ajang Olimpiade Kimia tahun depan yang akan diselenggarakan di Budapest, Hungaria bisa lebih baik. Maksudnya adalah Olimpiade Kimia tahun depan, para pelajar Indonesia yang akan bertarung di Hungaria harus mendapatkan medali emas.
Untuk mewujudkan target tersebut, tentunya dibutuhkan pemberdayaan para guru kimia di sekolah-sekolah seluruh Indonesia serta penggemblengan yang lebih intens terhadap para pelajar yang akan bertanding di Olimpiade Kimia. Mekanisme pemberdayaan guru-guru adalah dengan memberikan training khusus tentang pendalaman mata pelajaran kimia.
Untuk persoalan trainer, bisa bekerja sama dengan perguruan-perguruan tinggi yang bonafide, dengan dijembatani oleh pihak Depdiknas. Ketika guru-guru kimia tersebut sudah betul-betul mumpuni keilmuanya, maka murid-murid yang mendapatkan transfer keilmuan tersebut akan berkembang lebih baik.
Tahap berikutnya adalah di level para siswa yang akan berangkat bertanding dalam Olimpiade Kimia. Para siswa yang akan bertanding harus digembleng dengan soal-soal baik teori maupun praktek yang memiliki kualitas lebih tinggi daripada soal-soal tahun sebelumnya.
Seperti apa yang telah disampaikan oleh Head Mentor Tim Olimpiade Kimia Indonesia Riwandi Sihombing (staf pengajar Departemen Kimia FMIPA-UI) bahwa tim Indonesia hanya bisa mengerjakan soal-soal Olimpiade Kimia di Rusia kisaran 42 sampai 48 persen saja. Hal ini mengindikasikan bahwa prepare yang dilakukan oleh Tim Olimpiade Kimia Indonesia masih perlu ditingkatkan kembali. Bukan berarti menafikan usaha besar yang sudah dilakukan oleh Tim Indonesia, tetapi jika melihat perjalanan prestasi tim olimpiade Indonesia sejak 1997 di Vancouver, Kanada, sampai detik ini baru bisa mengumpulkan 4 medali perak dan 13 medali perunggu.
Belum terpenuhinya target untuk mendapatkan medali emas, semenjak keikutsertaan Tim Indonesia sepuluh tahun yang lalu, maka target untuk mendapatkan medali emas pada tahun 2008 harus menjadi harga mati. Hal ini penting, mengingat bangsa Indonesia memiliki SDM, baik di level kecerdasan para siswanya maupun para pendidiknya.
Prestasi yang ditorehkan Tim Olimpiade Fisika dan Biologi yang mampu memperoleh medali emas, harus menjadi cambuk bagi Tim Olimpiade Kimia tahun depan agar bertanding lebih fight agar bisa pulang ke tanah air dengan membawa tidak hanya medali perak dan perunggu, tetapi juga medali emas.
Jika Tim Olimpiade Kimia tahun depan mampu mewujudkan target medali emas, maka merupakan sebuah kebaggaan tersendiri bagi masyarakat Indonesia. Satu sisi bangga bahwa bangsa Indonesia memilki pelajar-pelajar yang mapan secara keilmuan. Sementara di sisi yang lain adalah bangsa Indonesia bisa sejajar dengan tim-tim olimpiade dari Iran, Vietnam, dan Thailan yang sudah mampu membawa medali emas pada Olimpiade Kimia tahun ini.
Untuk mewujudkan hal tersebut, tentunya pihak pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional harus memberikan semacam reward bagi para pelajar yang telah berjuang dalam ajang Olimpiade Kimia. Upaya pemberian reward, memang sudah diagendakan oleh pihak pemerintah, dalam hal ini diungkapkan oleh Direktur Manajemen SMA pada Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas, Sungkowo, yang berjanji akan memberikan beasiswa dan kebebasan memilih perguruan tinggi.
Tetapi menurut pandangan penulis, untuk pemberian insentif semestinya tidak hanya berhenti di level pemberian beasiswa dan kebebasan memilih perguruan tinggi, melainkan harus ada jaminan dari pihak pemerintah untuk dipekerjakan di instansi pemerintah yang sesuai dengan kompetensi keilmuanya dan ditopang dengan gaji yang memadahi.
Dengan pemberdayaan guru-guru kimia, penggemblengan siswa-siswa yang akan menjadi delegasi, serta peran pemerintah dalam memberikan reward atau jaminan kelayakan hidup kepada para delegasi Indonesia yang akan bertarung di Hongaria, maka diharapkan akan menjadi modal bagi tim delegasi Olimpiade Kimia Indonesia dalam mewujudkan medali emas.
Mereka mampu memenangkan 4 medali yang terdiri dari dua medali perak dan dua medali perunggu. Hal ini semakin melengkapi kegembiraan prestasi sebelumnya di bidang fisika, dan biologi. Di ajang Olimpiade Fisika ke-18, para siswa Indonesia mampu memperoleh 1 emas, 3 perak, dan 1 perunggu. Sementara di Olimpiade Biologi ke-18 di Saskatoon, Kanada para pelajar mencetak sejarah yang pertama kalinya dengan menggodol 1 emas, 1 perak,dan 1 perunggu.
Perjalanan seleksi domestik menuju Olimpiade Kimia tergolong sangat ketat dan melelahkan yang memakan waktu 10 minggu. Proses seleksi dibagi dalam tiga tahap. Tahap pertama dan kedua masing 3 minggu, dan tahap ketiga 4 minggu. Tahap pertama diseleksi di UI (Universitas Indonesia) 30 orang peraih medali Olimpiade Sains Nasional (OSN) 2006 di Semarang, Jateng. Pada tahap kedua, dilakukan di ITB dengan menyeleksi 17 orang, dan tahap terakhir diplih 4 orang yang betul-betul teruji intelektualitasnya.
Perjalanan proses penyeleksian yang menguras pikiran, waktu, dan energi tersebut ternyata tidak sia-sia. Artinya para delegasi Indonesia tersebut mampu menujukkan kepada dunia internasional bahwa pelajar-pelajar Indonesia bisa bersanding dengan para pelajar-pelajar dari negara lain, khususnya di level Asia Tenggara. Prestasi para siswa dalam Olimpiade Kimia, di Moskow ini juga bisa menjadi sebuah awal dari perbaikan kualitas pada Olimpiade sebelumnya yang di selenggarakan di Korea yang hanya mampu membawa satu perak, dan tiga perunggu.
Tentunya, harapan besar masyarakat Indonesia ke depan adalah prestasi delegasi Indonesia di ajang Olimpiade Kimia tahun depan yang akan diselenggarakan di Budapest, Hungaria bisa lebih baik. Maksudnya adalah Olimpiade Kimia tahun depan, para pelajar Indonesia yang akan bertarung di Hungaria harus mendapatkan medali emas.
Untuk mewujudkan target tersebut, tentunya dibutuhkan pemberdayaan para guru kimia di sekolah-sekolah seluruh Indonesia serta penggemblengan yang lebih intens terhadap para pelajar yang akan bertanding di Olimpiade Kimia. Mekanisme pemberdayaan guru-guru adalah dengan memberikan training khusus tentang pendalaman mata pelajaran kimia.
Untuk persoalan trainer, bisa bekerja sama dengan perguruan-perguruan tinggi yang bonafide, dengan dijembatani oleh pihak Depdiknas. Ketika guru-guru kimia tersebut sudah betul-betul mumpuni keilmuanya, maka murid-murid yang mendapatkan transfer keilmuan tersebut akan berkembang lebih baik.
Tahap berikutnya adalah di level para siswa yang akan berangkat bertanding dalam Olimpiade Kimia. Para siswa yang akan bertanding harus digembleng dengan soal-soal baik teori maupun praktek yang memiliki kualitas lebih tinggi daripada soal-soal tahun sebelumnya.
Seperti apa yang telah disampaikan oleh Head Mentor Tim Olimpiade Kimia Indonesia Riwandi Sihombing (staf pengajar Departemen Kimia FMIPA-UI) bahwa tim Indonesia hanya bisa mengerjakan soal-soal Olimpiade Kimia di Rusia kisaran 42 sampai 48 persen saja. Hal ini mengindikasikan bahwa prepare yang dilakukan oleh Tim Olimpiade Kimia Indonesia masih perlu ditingkatkan kembali. Bukan berarti menafikan usaha besar yang sudah dilakukan oleh Tim Indonesia, tetapi jika melihat perjalanan prestasi tim olimpiade Indonesia sejak 1997 di Vancouver, Kanada, sampai detik ini baru bisa mengumpulkan 4 medali perak dan 13 medali perunggu.
Belum terpenuhinya target untuk mendapatkan medali emas, semenjak keikutsertaan Tim Indonesia sepuluh tahun yang lalu, maka target untuk mendapatkan medali emas pada tahun 2008 harus menjadi harga mati. Hal ini penting, mengingat bangsa Indonesia memiliki SDM, baik di level kecerdasan para siswanya maupun para pendidiknya.
Prestasi yang ditorehkan Tim Olimpiade Fisika dan Biologi yang mampu memperoleh medali emas, harus menjadi cambuk bagi Tim Olimpiade Kimia tahun depan agar bertanding lebih fight agar bisa pulang ke tanah air dengan membawa tidak hanya medali perak dan perunggu, tetapi juga medali emas.
Jika Tim Olimpiade Kimia tahun depan mampu mewujudkan target medali emas, maka merupakan sebuah kebaggaan tersendiri bagi masyarakat Indonesia. Satu sisi bangga bahwa bangsa Indonesia memilki pelajar-pelajar yang mapan secara keilmuan. Sementara di sisi yang lain adalah bangsa Indonesia bisa sejajar dengan tim-tim olimpiade dari Iran, Vietnam, dan Thailan yang sudah mampu membawa medali emas pada Olimpiade Kimia tahun ini.
Untuk mewujudkan hal tersebut, tentunya pihak pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional harus memberikan semacam reward bagi para pelajar yang telah berjuang dalam ajang Olimpiade Kimia. Upaya pemberian reward, memang sudah diagendakan oleh pihak pemerintah, dalam hal ini diungkapkan oleh Direktur Manajemen SMA pada Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas, Sungkowo, yang berjanji akan memberikan beasiswa dan kebebasan memilih perguruan tinggi.
Tetapi menurut pandangan penulis, untuk pemberian insentif semestinya tidak hanya berhenti di level pemberian beasiswa dan kebebasan memilih perguruan tinggi, melainkan harus ada jaminan dari pihak pemerintah untuk dipekerjakan di instansi pemerintah yang sesuai dengan kompetensi keilmuanya dan ditopang dengan gaji yang memadahi.
Dengan pemberdayaan guru-guru kimia, penggemblengan siswa-siswa yang akan menjadi delegasi, serta peran pemerintah dalam memberikan reward atau jaminan kelayakan hidup kepada para delegasi Indonesia yang akan bertarung di Hongaria, maka diharapkan akan menjadi modal bagi tim delegasi Olimpiade Kimia Indonesia dalam mewujudkan medali emas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar