Solusi Dialog Ibn Rusyd
Oleh : Fatkurrohman1
Setelah ideologi komunisme runtuh pada penghujung tahun 1989, maka berakhir pula lah ketegangan antara Amerika Serikat dan sekutunya sebagai blok Barat dengan ideologi kapitalismenya versus Uni Soviet dan sekutunya sebagai blok Timur dengan ideologinya komunisme. Pertarungan dua blok ini, dalam teorisasi poltik internasional disebut sebagai Perang Dingin (cold war) karena mereka hanya saling provokasi, perebutan pengaruh, pencapaian kekuasaan, dan tidak sampai terjadi perang terbuka seperti halnya Perang Dunia I (PD I) dan Perang Dunia II (PD II).
Setelah Perang Dingin berakhir, Amerika Serikat dengan kapitalismenya secara otomatis muncul sebagai pemenang dengan segala bentuk kekuatanya baik di level ekonomi, politik, budaya, dan bahkan militer. Amerika Serikat muncul menjadi sebuah negara adi daya baru yang tidak terkalahkan.
Di awal-awal munculnya Amerika Serikat menjadi kekuatan baru dalam percaturan politik internasional yang tidak terkalahkan tersebut, muncul pandangan para ilmuan politik (political scientists) Amerika Serikat yang mencoba meneropong atau memprediksikan tentang lawan-lawan baru ideologi kapitalisme Amerika Serikat setelah tumbangnya komunisme Uni Soviet.
Salah satu di antara banyaknya ilmuan politik Amerika Serikat yang mencoba memprediksikan musuh baru (new enemy) kapitalisme ke depan adalah Samuel P. Huntington. Samuel P. Huntington adalah seorang maha guru kajian ilmu-ilmu strategis Havard University, Amerika Serikat dan sekaligus bekerja di Departemen Luar Negeri Amerika serikat yang secara khusus membuat rumusan kebijakan-kebijakan luar negeri AS.
Samuel P. Huntington mencoba meramalkan bahwa musuh ideologi kapitalisme Amerika Serikat setelah tumbangnya komunisme Uni Soviet adalah peradaban Islam. Islam dianggap sebagai sebuah peradaban yang paling berpotensial menjadi lawan ideologi kapitalisme Amerika di antara tujuh peradaban besar dunia seperti peradaban Tionghoa, Peradaban Jepang, peradaban Hindu, Peradaban Islam, peradaban Ortodoks, peradaban Barat, dan peradaban Amerika Latin.
Keputusan Samuel P. Huntington menghadapkan Islam sebagai musuh yang paling berpotensial bagi Barat (Kristen), seperti yang dia tulis dalam bukunya yang sangat masyhur yang berjudul The Clash of Civilization and The Remaking of World Order (1996), adalah didasarkan atas sejarah masa lalu terjadinya perang antara umat Islam dan umat Kristen (Perang Salib) yang telah menelan banyak korban baik di kubu umat Islam maupun umat Kristen.
Kritik Pemikiran Huntington
Setelah Samuel P. Huntington memprediksikan bahwa lawan peradaban Barat pasca Perang Dingin adalah peradaban Islam, maka tesis Huntington yang lebih dikenal sebagai The Clash of Civilization telah menuai banyak pro dan kontra. Pihak yang pro adalah mereka yang memang sejak awal tidak suka dengan Islam dan tidak suka terwujudnya perdamaian. Sementara, pihak yang kontra terhadap tesis Huntington adalah mereka yang memang moderat terhadap Islam dan mereka lebih suka mengubur memori kelam perang besar antara Islam dan Kristen yang terjadi puluhan abad yang lalu.
Di antara banyak ilmuan politik yang kontra terhadap tesis benturan peradaban Huntington adalah Dieter Senghaas. Ilmuan politik ini dalam bukunya yang berjudul The Clash Within Civilization : Coming to Terms With Cultural Conflicts (2002) mengatakan bahwa konflik yang terjadi pasca perang dingin bukan antara peradaban Islam dan Barat (Kristen), tetapi benturan dalam satu peradaban itu sendiri. Artinya dalam peradaban Kristen dan peradaban Islam lebih sering terjadi konflik internal.
Hal itu bisa kita lihat di Islam, benturan lebih banyak terjadi dikalangan internal umat Islam seperti adanya konflik antara golongan Syiah dan Sunni di Irak, NU dan Muhammadiyah. Sementara, konflik dalam internal Kristen bisa kita lihat dalam konflik Kristen Katholik dan Kristen Protestan yang bibitnya sudah muncul di Amerika Serikat pada tahun 1910, yang waktu itu Kristen Protestan yang dimotori oleh Marthin Luther King dianggap keluar dari garis suci umat Kristen.
Solusi Dialog
Meminjam istilah Hegel dalam filsafatnya tentang pentingnya tesis, anti tesis,dan menghadirkan sintesis, maka setelah penulis memaparkan tesis Huntington tentang The Clash of Civilization (benturan antar peradaban) dan mengantitesiskan dengan pemikiran Dieter Senghaas dalam The Clash Within Civilization (benturan dalam peradaban), maka penulis akan mensintesiskanya dengan mengambilkan pemikiran dari Ibn Rusyd.
Ibn Rusyd, yang dalam konteks pemikiran Eropa lebih dikenal sebagai Averous adalah seorang filsof Islam yang dilahirkan di Kordoba pada abad ke-11(1126 M). Ibn Rusyd adalah salah satu di antara banyak filsof yang moderat dalam memahami perbedaan yang ada dalam Islam dan Kristen. Ibn Rusyd mencoba mendamaikan Islam dan Kristen dengan model sinkretismenya, yaitu memadukan ajaran agama (Islam) dengan ajaran filsafat yang diambilkan dari Barat (Kristen).
Menurut pandangan Rusyd, tidak ada perbedaan antara ajaran Islam dengan filsafat yang dibawa oleh pihak Barat (Kristen). Bahkan Islam mengajarkan bahwa filsafat diperlukan untuk memahami teks-teks suci dalam al Quran.
Dalam memahami tesis Huntington tentang benturan peradaban tersebut, maka penulis mencoba mengaplikasikan tiga tesis Ibn Rusyd dalam menjaga semangat kebersamaan antara Islam dan Barat (Kristen) lewat sikap saling memahami yang lain dalam refernsinya sendiri, hak untuk berbeda, dan mengembangkan sikap toleransi, pengertian, dan partisipasi antara Islam dan Barat (Kristen).
Sikap saling memahami yang lain dalam refresinya sendiri adalah menekankan pentingnya sikap penganut Islam dan Kristen untuk tetap konsisten dalam kitab sucinya masing-masing dengan tanpa intervensi satu pihak ke pihak yang lain. Hak untuk berbeda, memfokuskan pada hak-hak masing-masing pihak untuk menghargai perbedaan yang ada dalam Kristen dan Islam dan tidak perlu saling menyalahkan antar keduanya, dan yang terakhir adalah menjaga semangat toleransi, pengertian, dan partisipasi antara umat Islam dan Kristen untuk merendra hari esok yang lebih baik yang tanpa konflik dan menjaga perdamaian di antara keduanya.
Ketiga tesis Ibn Rusyd itulah yang penulis tawarkan untuk menjaga perdamaian antara umat Islam dan Kristen untuk saling bekerja ke arah yang lebih baik untuk menggapai perdamaian di tingkat nasional (Indonesia) yang meliputi wilayah rawan konflik antara Islam dan Kristen seperti yang terjadi di Poso, Ambon, Maluku. Serta terwujudnya perdamaian antara peradaban Barat dan Islam di level internasional yang sejuk dalam bingkai saling toleransi antar keduanya.
1 Mahasiswa Pascasarjana Konsentrasi Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada Jogjakarta sekaligus Santri Pondok Pesantren Almunawwir Krapyak Jogjakarta. Menamatkan S1 dengan judul skripsi Dialog Islam dan Barat menurut Ibn Rusyd dengan IPK 4,00 (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar