Interpelasi Seperti Kerupuk
Oleh : Fatkurrohman1
Semburan lumpur Lapindo telah mengakibatkan ribuan masyarakat Porong, Sidoarjo, Jawa Timur hidup dalam penderintaan. Sudah satu tahun lebih, masyarakat Porong mengharapkan uluran tangan dari pemerintahan SBY-Kalla untuk peduli terhadap mereka. Tetapi, harapan warga Porong tersebut masih belum mendapatkan kejelasan dari pihak pemerintah. Selain itu, kondisi masih tersendatnya ganti untung terhadap lahan atau rumah warga yang terendam Lumpur dari PT Lapindo Brantas menjadikan warga Porong menjadi putus asa dan bahkan banyak yang kejiwaanya terganggu (gila).
Hal inilah yang kemudian menjadikan sebagian anggota DPR di Senayan merasa tertarik untuk melaksanakan interpelasi (menanyakan ke pemerintah) mengenai tanggung jawab pemerintah terhadap penyelesaian luapan lumpur Lapindo. Lalu, para anggota DPR mengumpulkan tanda tangan untuk mengusung persoalan Lapindo ke dalam forum interpelasi di gedung Senayan,.
Kemudian yang menjadi pertanyaanya adalah seriuskah anggota DPR memperjuangkan korban Lapindo lewat forum interpelasi ?. Menurut argumentasi penulis, anggota DPR tidak serius memperjuangkan korban Lapindo. Interpelasi Lapindo akan seperti interpelasi-interpelasi yang lalu, yang cepat mengembang dan cepat pula mlempeng seperti kerupuk.
Hal tersebut bisa kita lihat fakta di gedung Senayan di awal munculnya wacana interpelasi masalah lumpur Lapindo, banyak anggota dewan yang langsung membubuhkan tanda tangan sebagai bentuk persetujuan diadakanya forum interpelasi ke pemerintah SBY-JK.
Tetapi, seiring bergulirnya waktu, satu per satu anggota dewan mulai menarik dukunganya terhadap usul interpelasi tersebut. Melemahnya semangat anggota dewan untuk mengadakan interpelasi masalah Lapindo bisa dibaca lewat kekuatan penyokong pemerintahan SBY-JK yang sangat dominan di parlemen.
Kekuatan penyokong pemerintah adalah partai Golkar, partai Demokrat, PPP, PKS, PBR, dan PDS. Dominasi yang kuat partai-partai penyokong kebijakan pemerintah ini, tentunya agak menyulitkan bagi partai-partai oposisi untuk menyuarakan aspirasi rakyat.
Dalam era demokrasi saat ini, semestinya yang perlu disadari oleh seluruh anggota dewan di Senayan bahwa fenomena interpelasi adalah fenomena yang sangat wajar. Interpelasi dihadirkan hanya untuk meminta penjelasan dari pihak pemerintah terhadap kebijakan-kebijakan yang sudah diambil. Interpelasi tidak akan melaju ke impeachment, jika pemerintah memang betul-betul telah melaksanakan kewajiban sebagai pengayom bagi rakyatnya.
Kekhawatiran terjadinya impeachment inilah yang kemudian ditakutkan oleh sebagaian besar anggota parlemen yang pro pemerintah untuk menggembosi upaya interpelasi terhadap persoalan lumpur Lapindo. Penggembosan interpelasi lumpur Lapindo ini, tentunya merupakan catatan buruk anggota dewan yang mestinya memperjuangkan aspirasi rakyat, tetapi malah mencederai hati rakyat khsusnya masyarakat Porong, Sidoarjo, sehingga nasib mereka tidak jelas.
Fenomena yang mengejutkan adalah sedikitnya anggota dewan dari Dapil (daerah pemiliha) Jawa Timur untuk memperjuangkan nasib korban lumpur Lapindo. Di antara 87 anggota dewan dari Dapil Jawa Timur, hanya 47 anggota dewan yang setuju dilakukanya interpelasi (Jawa Pos/18 Juni 2007). Kondisi ini tentunya sangat memprihatinkan di tengah-tengah harapan masyarakat korban lumpur Lapindo, yang menginginkan para wakilnya yang berasal dari Dapil Jawa Timur untuk bisa berbuat lebih baik dalam memperjuangkan nasib mereka.
Fakta ini pula yang membawa kebenaran adanya isu santer yang berkembang di masyarakat bahwa anggota dewan hanya memikirkan kepentingan parpol dan dirinya sendiri daripada mementingkan kepentingan rakyat adalah sebuah fakta yang tidak bisa dipungkiri lagi.
Mengusung kasus lumur Lapindo ke dalam forum interpelasi, mungkin dianggap tidak perlu bagi para anggota dewan yang mendukung kekuatan pemerintahan SBY-Kalla. Hal ini, seperti yang diungkapkan oleh Ahmad Fauzi dan Chandra Pratomo Samiadji Massaid, keduanya adalah wakil dari Dapil Jatim anggota fraksi Partai Demokrat, yang menarik dukunganya terhadap akan diadakanya interpelasi karena menganggap forum interpelasi persoalan lumpur Lapindo adalah tidak efektif.
Sikap yang berbeda dari keduanya, kemudian ditanggapi oleh partai-partai pengusung usul pentingnya interpelasi persoalan lumpur Lapindo. Partai-partai pengusung interpelasi adalah PDI-P (109 kursi), PKB (52 kursi), dan PAN (53 kursi). Kekuatan pihak pengusung interpelasi dan pihak yang anti interpelasi (penyokong pemerintah), Golkar (129 kursi), PPP (58 kursi), Demokrat (60 kursi), PKS (45 kursi), PBR (14 kursi), dan PDS (13 kursi), terlihat sangat jomplang. Kekuatan pihak yang tidak setuju interpelasi memiliki kekuatan lebih besar dibandingkan dengan kekuatan dari pihak yang pro interpelasi.
Hal ini menunjukkan bahwa mengangkat interpelasi persoalan lumpur Lapindo merupakan beban yang sangat berat bagi sebagian kecil anggota dewan yang ingin memperjuangkan kejelasan nasib masyarakat Porong agar bisa hidup layak seperti yang termaktub dalam konstitusi.
Ketika forum interpelasi persoalan lumpur Lapindo dianggap sebagai momok oleh sebagaian besar anggota dewan yang pro terhadap kebijakan pemerintah, maka setiap muncul aksi-aksi dari sebagian kecil anggota dewan yang ingin mengajukan interpelasi Lapindo akan segera dihadang oleh parpol-parpol penyokong pemerintahan SBY-Kalla.
Kekhawatiran dari parpol-parpol penyokong pemerintah terhadap munculnya interpelasi serta banyaknya anggota dewan yang kemudian menarik kembali dukunganya terhadap interpelasi mengakibatkan interpelasi seperti krupuk yang mudah mengembang dan mudah sekali mlempem.
1 Santri Pondok Pesantren Almunawwir Komplek L Krapyak Jogjakarta
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar