Welcome to the Enlightening Idea

The very powerful word combining of media makes it very overwhelming to change of the world

Senin, 09 Juli 2007

Faktor Kemenangan SBY-Kalla

Faktor Kemenangan SBY-Kalla
(Hasil Sementara Pilpres II)
Oleh: M. Fathurrohman[1]

Pemilu pemilihan presiden putaran kedua yang dilaksanakan tanggal 20 September 2004 telah usai beberapa hari yang lalu. Beberapa lembaga penghitungan suara yang menggunakan mekanisme quick count seperti LP3ES, secara bertahap telah mempublikasikan hasil sementara beberapa TPS yang ada di beberapa wilayah Indonesia. Dari sebagian hasil penghitungan tersebut, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla menduduki peringkat teratas mengunguli rival politiknya yaitu Megawati-Hasyim Muzadi.
Kemudian yang menjadi pertanyaan kita adalah apa faktor penentu kemenangan (sementara) SBY-Kalla ?. Pertanyaan ini tentu sangat menarik untuk kita diskusikan karena sosok Susilo Bambang Yudhoyono adalah merupakan figur yang relatif baru dalam kancah politik nasional.
Untuk menganalisis lebih jauh mengenai kemenangan sementara SBY-Kalla tersebut tentu kita harus melibatkan beberapa faktor penting yang menjadi pendorong atas terdongkraknya perolehan suara yang dimiliki pasangan SBY-Kalla yang begitu signifikan. Dengan tanpa menafikan peluang pasangan Megawati-Hasyim, maka penulis mencoba menganalisis perolehan sementara Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla yang fantastis tersebut.
Ada beberapa variabel penting yang menjadi faktor atas kemenangan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla.
Pertama, wacana perubahan. Selama hampir tiga tahun dalam kepemimpinan Presiden Megawati Soekarno Putri, bangsa Indonesia seolah-olah belun ada perubahan yang lebih baik dalam segi ekonomi, hukum dan bahkan politik. Melihat kondisi pemerintahan yang stagnan tersebut maka munculnya pemimipin baru yang nantinya diharapkan mampu membawa angin perubahan merupakan sebuah kebutuhan yang mendesak dan penting.
Keinginan masyarakat tersebut sudah mulai nampak pada pemilihan presiden putaran pertama dan hasil sementara putaran kedua yang menempatkan posisi calon presiden dari Partai Demokrat (PD) pada perolehan suara yang signifikan pada dua pemilihan presiden tersebut. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla dianggap oleh publik Indonesia sebagai pasangan yang mampu mengangkat keterpurukan negara menuju sebuah kesejahteraan masyarakat yang lebih baik.
Kedua, finansial. Finansial adalah faktor yang tak kalah pentingnya dalam meloloskan calon presiden menuju karpet merah istana. Dana yang sangat besar juga akan menjamin berjalannya kampanye kandidat dalam memperkenalkan program-programnya kepada pihak konstituen. Hal itu nampak pada adanya alokasi dana terhadap biaya iklan diberbagai media masa baik elektonik maupun cetak. Selain itu, dana kampanye juga berguna untuk membiayai sosialisasi partai, figur (calon presiden dan wakil presiden), dan logistik konstituen. Tidak mengherankan jika pada pemilu presiden tahap II kemarin anggaran dana yang dipatok oleh tim sukses SBY-Kalla adalah 28 Milyar. Dana kampanye ini jauh melampaui anggaran yang dimiliki oleh pesaing politikya yaitu Mega-Hasyim yang hanya 18 Milyar.
Banyaknya dukungan finansial dari pihak pengusaha, individu, dan simpatisan lain juga merupakan energi tersendiri bagi pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla untuk memenangkan pertarungan politik menuju istana. Munculnya dukungan dari para pengusaha dan simpatisan menunjukkan bahwa mereka menaruh harapan besar terhadap pasangan yang dijagokan Partai Demokrat tersebut akan mampu membawa perubahan mendasar bagi sektor ekonomi dan keamanan.
Ketiga, floating mass (suara massa mengambang). Banyaknya konstituen dari beberapa partai besar yang mengambil posisi netral seperti PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) dan PAN (Partai Amanat Nasional) dalam pertarungan politik putaran kedua beberapa hari yang lalu merupakan keuntungan tersendiri bagi pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla.
Keuntungan tersebut bisa kita baca lewat adanya pertemuan-pertemuan tingkat elit PAN yang lebih dekat dengan pasangan SBY-Kalla dari pada dengan pasangan Megawati-Hasyim. Hal yang tidak jauh berbeda juga bisa kita lihat adanya frekuensi pertemuan Gus Dur dan SBY yang berujung pada “penitipan” putrinya yang bernama Yenni untuk mendampingi setiap kampanye SBY ke beberapa daerah.
Sinyal-sinyal positif adanya pertemuan elit politik seperti Gus Dur, Amien Rais dan Susilo Bambang Yudhoyono ternyata membawa pengaruh yang luar biasa bagi massa grass roots.. Walaupun secara personal, Gus Dur golput tetapi langkah politiknya telah diartikan pendukungnya khususnya massa NU bahwa Gus Dur merestui warga nahdliyin untuk mencoblos pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. Tidak jauh berbeda dengan Gus Dur, Amien Rais juga tidak secara ekplisit mendukung salah satu kandidat pasangan calon presiden. Tetapi kedekatan Amien Rais dengan SBY serta tipologi konstituen PAN yang nota bene menjadi lokomotif gerakan reformasi tentu bisa menafsirkan sikap ketua umum partainya tersebut.
Faktor-faktor tersebut adalah merupakan energi utama bagi perolehan suara sementara pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla dalam pemilihan presiden putaran kedua (the second round). Hal itu bisa kita amati dalam penghitungan cepat (quick count) yang diekspos oleh LP3ES yang menempatkan pasangan SBY-Kalla di posisi teratas dengan perolehan suara 62,38 persen dan pasangan Megawati-Hasyim Muzadi diurutan kedua dengan perolehan suara 38,2 persen (Jawa Pos 22/9).
Selain ketiga faktor tersebut di atas, masih ada faktor lain yang menjadi stimulus bagi perolehan suara pasangan SBY-Kalla. Faktor tersebut adalah masuknya 9 fungsionaris Golkar seperti Marzuki Darusman, Fahmi Idris dan lain sebagainya. Para fungsionaris Golkar yang mengklaim membawa gerbong semangat pembaharuan Partai Golkar tersebut melakukan mobilisasi massa lewat pengumpulan tokoh-tokoh penasehat Golkar beberapa hari menjelang dilaksanakanya Pilpres II. Tentunya para pendukung pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla ini adalah mereka yang tidak setuju dengan keputusan Akbar Tandjung dalam bergabung dengan Koalisi Kebangsaan.
Beberapa tokoh Golkar seperti Muladi menganggap bahwa masuknya Golkar dalam Koalisi Kebangsaan adalah hanya keputusan elit Golkar tertentu dan tanpa melibatkan para DPD (Dewan Pimpinan Daerah). Hal tersebut terbukti tidak signifikanya perolehan suara Megawati-Hasyim pada Pilpres II.
Jadi, kemenangan sementara pemilihan presiden tahap kedua yang menempatkan pasangan calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla tidak lepas dari faktor-faktor yang penulis paparkan di atas. Mengacu pada hasil pemilihan presiden putaran pertama yang sejak awal penghitungan suara (H+1) yang menempatkan SBY-Kalla pada urutan teratas maka pada Pilpres II ini sinyal peluang SBY-Kalla akan lebih besar dari pada pasangan Megawati-Hasyim Muzadi. Dan itu artinya pasangan SBY-Kalla berhak untuk memimpin bangsa Indonesia periode 2004-2009.














[1] Mahasiswa Hubungan Internasional Fisipol Universitas Muhammadiyah Yogyakarta sekaligus Santri Ponpes Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta

Tidak ada komentar: