Welcome to the Enlightening Idea

The very powerful word combining of media makes it very overwhelming to change of the world

Kamis, 31 Mei 2012

Security Dilemma Nuklir Korut

Korea Utara merupakan salah satu negara di kawasan Asia Timur yang berhaluan komunis. Ideologi komunisme ini diadopsi dari Uni Soviet sejak tahun 1948 oleh Kim Il-Sung.Sebagai presiden pertama Korea Utara, Kim Il-Sung, mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Uni Soviet dalam berbagai hal khusunya yang menyangkut bantuan untuk Korea Utara. Bantuan-bantuan tersebut meliputi bidang ekonomi, politik, dan militer. Dalam hal ini penulis hanya akan memfokuskan pada bantuan Uni Soviet dalam hal pertahanan keamanan (militer) kepada Korea Utara. Bantuan militer yang diberikan Uni Soviet ke Korea Utara adalah training pembuatan nuklir pada tahun 1950 yang kemudian dilanjutkan dengan pembangunan reaktor nuklir di Yongbyon pada tahun 1965.

Pada tahun 1985, Korea Utara menandatangani perjanjian non proliferasi nuklir (NPT), yaitu sebuah bentuk perjanjian internasional untuk tidak mengembangkan senjata nuklir. Keikutsertaan Korea Utara dalam perjanjian NPT ini ternyata mendapatkan respon negatif dari Amerika Serikat, pihak Amerika Serikat menuduh Korea Utara tidak secara sungguh-sungguh menaati peraturan yang ada dalam NPT. Amerika Serikat mengklaim bahwa Korea Utara masih mengembangkan proyek nuklirnya secara sembunyi-sembunyi. Reaksi negatif dari Amerika Serikat ini ternyata membuat Pyongyang (ibu kota Korea Utara) menuduh balik Amerika Serikat bahwa tuduhan Amerika Serikat tersebut tidak sesuai dengan fakta-fakta yang ada di lapangan.

Pada tahun 1992, Korea Utara mencoba menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Korea Utara tidak memproduksi senjata nuklir. Hal ini ditunjukkan dengan kesediaan Korea Utara untuk masuk menjadi anggota Badan Atom Internasional (IAEA). Pada tahun 2002, Amerika Serikat melakukan manuver lagi dengan mengatakan kepada dunia internasional bahwa Korea Utara memiliki uranium aktif. Kondisi ini akhirnya membuat pihak Amerika Serikat menghentikan suplai minyak dan mengenakan sanksi ekonomi kepada Korea Utara. Mendapatkan tekanan yang bertubi-tubi tersebut akhirnya pada tahun 2003 Korea Utara keluar dari perjanjian non proliferasi nuklir (NPT).

Tindakan Korea Utara keluar dari NPT ini, ternyata membuat negara-negara di kawasan di Asia Timur semakin yakin bahwa Korea Utara memang betul-betul mengembangkan senjata nuklir. Akhirnya dugaan negara-negara Asia Timur terbukti bahwa Korea Utara memang secara sungguh-sungguh mengembangkan senjata nuklir. Hal ini dibuktikan dengan kesuksesan uji coba nuklir Korea Utara di Kota Gilju, Provinsi Hamgyong yang menimbulkan gempa berkekuatan 6 skala Richter pada tangggal 9 Oktober 2006. Kemudian yang menjadi pertanyaan kita adalah mengapa Korea Utara mengembangkan senjata nuklir?. Dan bagaimana dampaknya bagi stabilitas keamanan di kawasan Asia Timur?.

Menurut argumentasi penulis, Korea Utara mengembangkan senjata nuklir karena disebabkan oleh beberapa faktor.

 Faktor pertama adalah adanya ancaman dari Amerika Serikat. Hal ini terjadi karena adanya pertentangan ideologi yaitu antara ideologi komunisme yang dianut oleh Korea Utara dengan ideologi kapitalisme yang dianut oleh Amerika Serikat. Pada era Perang Dingin (cold war), perebutan pengaruh terhadap negara dalam suatu wilayah sangat terasa sekali. Salah satunya adalah yang terjadi di Semenanjung Korea. Dalam hal ini, Korea Selatan telah masuk dalam ideologi Amerika Serikat yaitu kapitalisme. Menurut pandangan Mohtar Mas’oed dan Yang, Korea Selatan dianggap sebagai sebuah representasi dari containment policy (kebijakan pembendungan) Amerika Serikat terhadap Korea Utara yang komunis. Untuk menghadapi ancaman Amerika Serikat lewat negara bonekanya, Korea Selatan, maka Uni Soviet membantu Korea Utara dengan membangun reaktor nuklir di Yongbyon, Korea Utara.

Faktor kedua adalah deterrence. Deterrence merupakan suatu bentuk penangkalan yang dilakukan dengan memberikan ancaman psikologis bahwa second strike akan lebih besar dan lebih berbahaya dibandingkan dengan frist strike. Kepemilikan terhadap senjata nuklir bagi Korea Utara adalah untuk melakukan ancaman psikologis terhadap negara-negara di kawasan Asia Timur khususnya Jepang dan Korea Selatan. Kedua negara ini memiliki kans besar untuk melakukan penyerangan terhadap Korea Utara karena adanya beberapa persoalan. Persoalan dengan Korea Selatan menyangkut perang ideologi yaitu komunisme dan kapitalisme, sementara dengan Jepang adalah faktor kolonialisme yang pernah dilakukan Jepang terhadap bangsa Korea. Dan yang penting dari dua hal tersebut adalah bahwa Korea Selatan dan Jepang adalah “didikan” Amerika Serikat.

Faktor ketiga adalah ancaman dari Jepang. Memori lama terhadap bangsa Jepang yang pernah menjajah Korea pada era Perang Dunia II talah menaburkan luka yang mengangga bagi bangsa Korea. Melihat sifat bangsa Jepang yang agresor tersebut tentunya tidak mengherankan jika Korea Utara memperkuat barisan militernya dengan mengembangkan nuklir untuk mengantisipasi serangan Jepang yang sewaktu-waktu bisa melakukan serangan dadakan. Jepang tentunya tidak akan pernah melakukan penyerangan ke Korea Selatan karena keduanya, Jepang dan Korea Selatan, adalah sama-sama mendapatkan military umbrella (payung militer) dari patron-nya yaitu Amerika Serikat.

Faktor yang terakhir adalah ancaman dari Korea Selatan. Luka sejarah perang saudara antara Korea Selatan dan Korea Utara pada tahun 1950-1953 yang berakhir dengan gencatan senjata seperti bom waktu untuk terjadinya perang saudara jilid II. Korea Selatan yang dibantu oleh Amerika Serikat dengan jumlah pasukan 29.500 yang dilengkapi dengan senjata biologi, anti rudal, pesawat tempur, dan kapal induk semakin memperkuat pertahanan militer Korea Selatan. Kondisi ini tentunya membuat Korea Utara yang berkeinginan untuk mengkomuniskan Korea Selatan memperkuat pertahanan keamananya dengan anggaran militer USD 5 M per tahun serta mengembangkan senjata nuklir.

Security Dilemma
Menurut argumentasi penulis, dampak nuklir Korea Utara bagi stabilitas keamanan di kawasan Asia Timur adalah munculnya efek spiral di antara negara-negara di kawasan Asia Timur. Artinya, ketika Korea Utara mampu memproduksi senjata nuklir maka yang terjadi adalah adanya aksi-reaksi dari suatu negara untuk melakukan hal yang sama yaitu memproduksi senjata nuklir atau memperkuat sistem persenjataanya untuk mengantisipasi serangan dari negara lain. Kondisi ini akan semakin dilematis ketika antara negara-negara tersebut pernah terlibat dalam konflik. Inti permasalahan security dilemma adalah terciptanya dua kendala, yaitu (1) adanya kesulitan untuk membedakan postur defensif dan ofensif, (2) adanya ketidakmampuan suatu negara untuk tetap yakin bahwa maksud damai negara lain tidak akan berubah menjadi maksud-maksud yang agresif. Sehingga dalam kondisi ini memunculkan efek yang sangat besar dalam hal perlombaan senjata (arm race). Untuk lebih memperjelas adanya perlombaan senjata di kawasan Asia Timur akibat produksi nuklir Korea Utara, maka penulis hanya akan menghadirkan data-data peta kekuatan militer Korea Utara, Korea Selatan, dan Jepang dengan tanpa menafikan kekuatan negara-negara di luar ketiga negara tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan analisis yang mendalam dan bisa dipertanggungjawabkan.

Perbandingan Kekuatan Militer
Personel militer berjumlah 1 juta, penduduknya 23 juta, belanja militernya USD 5 M, dan Persenjataan Korut adalah misil menengah taepodong, rodong, scud, dan nuklir. Korea Selatan memiliki jumlah militer 423.000, berpenduduk 28 juta, belanja militer 57,2 M, dan persenjataanya adalah konvensional. Dan Jepang memiliki personel militer 239.900, penduduknya 128 juta, belanja militer USD 44,31 M, dan senjatanya adalah meliputi senjata konvensional, tank, pesawat tempur, bela diri, dll.

Dari paparan di atas bisa dijelaskan bahwa jumlah pasukan Korea Utara yang mencapai 1 juta personel dengan dilengkapi senjata misil dan nuklir diimbangi oleh Korea Selatan dengan meningkatkan belanja militernya sejumlah 57, 2 miliar dolar dan juga diikuti oleh Jepang dengan peningkatan belanja militernya sejumlah 44,31 miliar dolar. Di samping itu Korea Selatan dan Jepang juga mendapatkan back up militer dari Amerika Serikat. Sementara Korea Utara mendapatkan dukungan dari China dan Rusia.

Bagi Korea Selatan dan Jepang ketika Korea Utara sudah mampu memproduksi misil dan nuklir maka langkah yang tepat yang perlu diambil adalah menyiapkan strategi pembangunan kekuatan militer untuk mengantisipasi serangan Korea Utara dan tentunya juga melakukan koordinasi dengan pasukan militer AS yang ada di Semenajung Korea maupun yang ada di Okinawa, Jepang.

Salah satu penyebab Korea Utara mampu memproduksi senjata nuklir adalah karena adanya keterlibatan Uni Soviet didalamnya, sehingga nuklir Korea Utara menjadi momok bagi negara-negara tetangganya di Asia Timur seperti Jepang dan Korea Selatan dan kedua negara ini menjadi lebih sensitif dengan setiap apa yang dilakukan oleh negara komunis stalinis tersebut. Sebagai negara pusat pertahanan Amerika Serikat di kawasan Asia timur, tentunya Jepang dan Korea Selatan sebagai buffer state di Semenanjung Korea tentu Amerika Serikat mempunyai banyak arti bagi Jepang dan Korea Selatan. Untuk mengetahui lebih jauh security dilemma akibat nuklir Korea Utara di Asia Timur tentunya kita harus mengetahui lebih mendalam mengenai peran Amerika Serikat dan Uni Soviet di kawasan Asia Timur.

Amerika Serikat
Pasukan militer Amerika Serikat pertama kali mendarat di Semenanjung Korea pada tanggal 8 September 1945 setelah Jepang menyerah pada pasukan sekutu tanpa syarat pada tanggal 15 Agustus 1945. Tugas utama pasukan militer tersebut adalah melucuti senjata pasukan Jepang dan memegang kendali di wilayah tersebut. Dalam perkembanganya, Amerika Serikat menjadi pendukung utama pembentukan Republik Korea (Korea Selatan) di bagian selatan Semenanjung Korea, pelindung Korea Selatan dari ancaman muliter pihak lain khususnya serangan dari Korea Utara pada saat perang korea terjadi pada tahun 1950-1953. Sejak pasca perang Korea tersebut Amerika Serikat dan Korea Selatan menjalin perjanjian kerja sama pertahanan (mutual security treaty) sebagai dasar formal aliansi kedua negara. Kerja sama militer ini semakin ditingkatkan ketika Korea Utara dengan dibantu Uni Soviet mendirikan reaktor nuklir yang setiap saat bisa membahayakan posisi Korea Selatan. Sementara Jepang yang sejak kekalahanya dalam Perang Dunia II menjadi “anak emas” bagi Amerika Serikat telah menyerahakan sepenuhnya pertahanan militernhya kepada Amerika Serikat. AS menjadikan Jepang sebagai pusat pertahananya di kawasan Asia Timur. Banyak pangkalan militer yang dibangun oleh AS untuk membendung komunisme yang disebarkan oleh Korea Utara maupun negara komunisme yang lain. Setelah masuk era 1960, ketika Korea Utara mulai lebih memperkuat armada perangnya dengan membangun reaktor nuklir, pihak Jepang mulai meresponnya (aksi-reaksi) dengan menaikan belanja militernya dan tentunya juga dengan bantuan penuh dari Amerika Serikat.

Uni Soviet
Sejak Uni Soviet menguasai Korea Utara pada tahun 1945-1948, Uni Soviet sudah mulai menanamkan nilai-nilai komunismenya kepada Korea Utara. Tujuan utamanya adalah menjadikan Korut sebagai negarara satelit di kawasan Asia Timur yang mampu menyebarkan nilai-nilai komunisme di kawasan Asia Timur. Tidak mengherankan jika Uni Soviet membangun reaktor nuklir untuk Korea Utara dalam menyukseskan tujuanya. Reaktor nuklir Korea Utara ini ternyata menjadikan negara di kawasan Asia Timur merasa terancam keamanan territorialnya seperti Korea Selatan dan Jepang. Kondisi security dilemma ini akhirnya mengakibatkan perlombaan senjata antara Korea Utara, Korea Selatan, dan Jepang.
Implikasi nuklir Korea Utara bagi keamanan dunia internasional akan mengakibatkan efek spiral antara negara-negara dunia internasional dalam hal perlomabaan senjata pembuatan nuklir. Menurut pandangan ketua Badan Atom Internasional (IAEA), Mohammad Elbaradei, akan ada 20-30 negara baru yang bisa membuata senjata nuklir dalam waktu singkat dan puluhan negara lainya sudah memiliki “senjata nuklir virtual” artinya mereka punya alat serta pengetahuan dalam proses pengayaan uranium atau memproses plutonium misalanya adalah Iran, Kanada, dan Australia.Yang kedua dari implikasi nuklir Korut adalah jika betul-betul nuklir digunakan sebagai senjata pemusnah masal oleh tiap-tiap negara yang memiliki nuklir maka dampakanya akan sangat luar bisa bagi dunia internasional, yaitu bisa berdampak punahnya peradaban manusia. Tentu dalam hal ini kita bisa melihat kasus Hirosima dan Nagasaki, Jepang yang luluh lantah akibat bom atom AS. Yang terakhir adalah sebagai pengimbang. Maksudnya adalah negara-negara baru pemilik nuklir bisa mengimbangi kepemilikan negara-negara besar pemilik nuklir sebelumnya seperti AS, China, Rusia, Perancis, Inggris. Negara-negara baru pemilik nuklir tersebut diantaranya adalah Iran, Israel, Korea Utara, India, dan Pakistan. Pada tahun 1968 AS mencoba menghalangi negara-negara lain selain AS, China, Rusia, Inggris, Perancis untuk melakukan pencegahan penyebaran senjata nuklir lewat dibentuknya perjanjian non proliferasi nuklir (Non Proliferasi Treaty/NPT) yang kemudian diperkuat dengan perjanjian pelarangan uji coba komprehensif (Comprehensive Test Ban Treaty/CTBT).

Berpijak dari paparan tersebut di atas maka bisa ditarik kesimpulan bahwa Munculnya dua kekuatan besar, Amerika Serikat dan Uni Soviet, di Semenanjung Korea pada tahun 1945 telah mengakibatkan perubahan mendasar pada peta kekuatan militer dan politik di Asia Timur. Amerika Serikat lebih memilih Korea Selatan dan Jepang sebagai basis kekuatanya di Asia Timur, sementara Uni Soviet lebih memilih Korea Utara dan China sebagai aliansinya dalam menyebarkan komunisme. Untuk upaya penyebaran komunisme di Asia Timur maka Uni Soviet memberikan pelatihan energi nuklir ke Korea Utara dan membangun reaktor nuklir di Yongbyon, Korea Utara pada tahun 1965. Aksi pembangunan reaktor nuklir Korea Utara ini mendapatkan reaksi dari negara-negara yang sejak awal memang bersebrangan ideologi dengan Korea Utara yaitu Korea Selatan dan Jepang.

Situasi security dilemma ini, akhirnya memicu timbulnya perlombaan senjata antara Korea Utara, Korea Selatan, dan Jepang. Satu sisi Korea Utara secara intensif terus melakukan pembuatan nuklir, sementara sisi yang lain Korea Selatan pada era Presiden Park Cung-Hee (1961-1979) juga mencoba mengembangkan bom atom dan menerapkan pajak khusus untuk keamanan domestiknya. Reaksi yang sama juga dilakukan Jepang dalam menanggapi sikap nuklir Korea Utara yaitu dengan peningkatan belanja militer dan memperkuat persenjataan militernya. Menghadapi aksi nuklir Korea Utara tersebut tentunya Jepang dan Korea Selatan akan mendapatkan bantuan penuh dari Amerika Serikat yang sejak pasca Perang dunia II telah menempatkan pasukanya baik di Korea Selatan maupun yang di Jepang, sementara Korea Utara tentunya juga akan mendapatkan back up dari Uni Soviet atau Rusia dan China jika memang ada salah satu dia antara dua kubu tersebut yang mengawali penyerangan.

Efek lain dari kepemilikan senjata nuklir Korea Utara adalah munculnya security dilemma di level internasional artinya jika ada negara yang memproduksi nuklir maka akan mendapatkan reaksi dari negara lain yang ujungngya adalah munculnya perlombaan senjata. Tentunya hal ini akan menjadi preseden buruk bagi terciptanya perdamaian dan keamanan internasional ke depan. Wallahu A'lam Bishowab.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

assalamualaikum ya akhi .. saya senang betul membaca postingan antum di blog ini .. sungguh membantu, apalagi ana yang notaben nya mahasiswa jurusan Hubungan internasional. namun saya ingin memberi saran, tulisan antum akan lebih bernilai jika antum cantumkan footnote atau literatur rivew, selain memperidah halaman juga akan membantu wawasan saudara-saudara kita yang mengambil konsentrasi yang sama. oiya nama ana Fauzan ma'assalama.