Welcome to the Enlightening Idea

The very powerful word combining of media makes it very overwhelming to change of the world

Selasa, 19 April 2016

Terorisme Sahel Sahara
Oleh : Fatkurrohman, S.IP, M.Si[1]

Pertemuan penting para menteri pertahanan Afrika khususnya Afrika Barat, Utara dan Tengah (Sahel Sahara) telah digelar di Mesir pada tanggal 25-26 Maret. Pertemuan ini bertujuan untuk membangun kerja sama komunitas Sahel Sahara dalam hal memerangi terorisme. Pada pertemuan ini dihasilkan 17 butir kesepakatan yang salah satunya adalah perlunya kerja sama melawan terorisme, pertukaran informasi inteljen dan memperkuat pengawasan perbatasan di antara negara anggota.
Perang terhadap terorisme sebetulnya telah dilakukan oleh negara-negara anggota Sahel Sahara seperti Nigeria, Chad, Mali, Aljazair, dan Mesir. Di Nigeria, gerakan teror Boko Haram muncul pada tahun 2002 dan saat ini dipimpin oleh Abubakar Shekau. Boko Haram tidak hanya aktif di Nigeria tetapi juga di Chad, Kamerun, Niger, dan bahkan Benin. Boko Haram awalnya beraliansi dengan al-Qaeda, tetapi sejak Maret 2015 memproklamirkan diri menjadi bagian dari ISIS (the Islamic state of Iraq and Syria).
Masuknya Boko Haram menjadi bagian dari ISIS semakin memperkuat posisi ISIS di Afrika Barat. Tidak hanya di Nigeria, ISIS juga memperkuat pengaruhnya di Libya yang menjadikan Sirte sebagai ibu kotanya. Di Mesir, ISIS juga menancapkan kekuatannya di Semenanjung Sinai Utara. Selain ISIS, kelompok teror yang lain adalah Gerakan Al-Shabab yang merupakan sayap Tanzim Al-Qaeda beroperasi di Somalia. Belakangan ini, Al-Shabab ternyata tidak hanya bergerak di Somalia, tetapi juga di Kenya dan Djibouti.
Sementara Mali juga menghadapi ancaman keamanan dari Gerakan Nasional Pembebasan Azawad (MNLA). Gerakan kelompok ini dipelopori oleh suku Tuareg yang ingin melepaskan diri dari Mali. Kelompok MNLA ini disinyalir memiliki kedekatan dengan Tanzim al-Qaeda di Maghrib Arab (AQIM). MNLA aktif pada tahun 2011 untuk menjadikan Azawad sebagai negara yang terpisah dari Mali. Azawad sendiri merupakan sebuah wilayah yang berada di Mali Utara.
Banyaknya kelompok teror di Afrika ini menjadi sebuah keprihatinan tersendiri khususnya bagi negara-negara Sahel Sahara. Beragam upaya telah dilakukan oleh negara-negara anggota Sahel Sahara untuk memerangi terorisme tetapi hasilnya sampai saat ini masih nihil. Langkah lain juga diambil oleh beberapa negara Sahel Sahara yakni dengan melibatkan negara asing dalam melumpuhkan kelompok teror. Negara-negara yang pernah mengambil peran dalam perang terhadap terorisme di Sahel Sahara adalah Perancis dan AS.
Pada tanggal 20 Desember 2012, Perancis mendapatkan mandat dari Dewan Keamanan PBB untuk menggelar operasi militer di lima negara Sahel Sahara yang meliputi Mali, Niger, Burkina Faso, Mauritania dan Chad. Dalam hal ini, Perancis telah menurunkan 3.000 pasukan militernya untuk menumpas MNLA, AQIM dan Boko Haram. Meskipun operasi militer Perancis ini dibantu oleh kelima negara tersebut, tetapi hasilnya praktis tidak nampak.
Selain Perancis, AS pun terlibat perang melawan terorisme di Afrika khususnya keterlibatannya di Somalia dan Nigeria. Serangan besar-besaran yang dilakukan oleh tentara AS ke kantong-kantong Al-Shabab di Somalia juga tidak membuahkan hasil yang maksimal. Tidak hanya di Somalia, AS juga masuk ke Nigeria untuk memberantas Boko Haram khusunya dalam kasus penculikan 200 siswi yang dilakukan oleh Boko Haram. Dalam kasus ini, bisa dikatakan peran AS tidak terlalu menggemberikan dalam hal menyelematkan para siswi yang diculik oleh Boko Haram.
Setali tiga uang dengan AS dan Perancis, Uni Afrika sebagai rejim regional Afrika juga dianggap lamban dalam mengatasi gerakan terorisme di Afrika khususnya di Sahel Sahara. Padahal jika dilihat dari segi struktur di tubuh Uni Afrika, mestinya Uni Afrika bisa bergerak cepat dalam merespon menyebarnya terorisme di Afrika. Rentang tahun 1995-2001, Afrika mengalami peningkatan grafik terorisme. Hal ini sekaligus menempatkan Afrika menjadi wilayah kelima terbesar dunia yang ditarget teroris setelah Amerika Latin, Eropa Barat, Asia dan Timur Tengah.
Berpijak dari analisa di atas, maka bisa disimpulkan bahwa di tengah kegagalan negara, keterlibatan asing dan bahkan Uni Afrika, maka momentum kerja sama antar negara bisa menjadi alternatif yang baik dalam melawan terorisme di Sahel Sahara.

[1] Akademisi Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.