Gempa Padang di Mata Timur Tengah
Oleh : Fatkurrohman, S.IP, M.Si[1]
Gempa yang menggoncang Padang, Sumatera Barat, pada tanggal 30 September 2009 telah meninggalkan banyak korban jiwa. Menurut data PBB, jumlah yang meninggal telah mencapai 1.100 jiwa. Sementara, menurut data pemerintah Indonesia korban jiwa berkisar 605 jiwa dan korban hilang mencapai 960 orang. (The Jakarta Post, 5/10/2009).
Fenomena gempa bumi yang menghantam Padang telah memberikan gambaran kepada kita bahwa gempa yang berkekuatan 7,6 SR (scala ritcher) tersebut telah meninggalkan trauma bagi masyarakat Indonesia yang sebelumnya pada tahun 2006 gempa bumi yang dahsyat juga telah melanda wilayah Yogyakarta.
Kerusakan dan korban jiwa yang diakibatkan oleh gempa bumi khususnya yang terjadi di Padang telah mengetuk banyak negara untuk segera mengirimkan bantuannya ke Padang. Negara-negara tersebut diantaranya adalah Singapura, Rusia, Jepang, Australia, Denmark, dan Amerika Serikat.
Kemudian yang menjadi pertanyaannya adalah mengapa negara-negara di kawasan Timur Tengah kurang proaktif dalam memberikan bantuan terhadap bencana gempa bumi yang ada di Padang?. Pertanyaan ini sangat menarik untuk kita diskusikan karena hubungan Indonesia dan negara-negara di Timur Tengah memiliki sejarah panjang dengan pemerintah Indonesia baik di level keagamaan maupun di level budaya.
Definisi mengenai Timur Tengah sebetulnya sangat mudah untuk diperdebatkan (debatable). Hal ini terjadi karena definisi mengenai Timur Tengah memiliki makna politik dan keamanan karena digunakan oleh Inggris sebelum Perang Dunia I dalam menyebarkan pengaruhnya dan simplifikasi wilayah sesuai dengan parameter Inggris.
Negara-negara yang masuk kategori dalam wilayah Timur Tengah adalah Bahrain, Siprus, Mesir, Turki, Iran, Irak, Israel, Yordania, Kuwait, Lebanon, Oman, Qatar, Arab Saudi, Suriah, Uni Emirat Arab, Yaman dan Palestina. Negara-negara tersebut dianggap memiliki dimensi penting baik secara agama, wilayah, maupun bahasa.
Gempa di Padang memberikan catatan kepada kita bahwa ikatan emosional antara bangsa Indonesia dengan negara-negara di kawasan Timur Tengah kurang kuat. Hal ini bisa dilihat dari kurang sensitifnya negara-negara di wilayah Timur Tengah dalam mengulurkan bantuan kemanusiaan ke korban gempa baik di Yogyakarta maupun di Padang.
Negara Timur Tengah yang sudah mengirimkan bantuan ke Padang hanyalah Uni Emirat Arab (UEA). Fenomena ini tentu kurang representatif jika kita bandingkan dengan banyaknya negara yang ada di Timur Tengah. Hal ini tentu memberikan sinyal kepada kita bahwa ada yang tidak beres dalam hubungan antara Indonesia dengan negara-negara di Timur Tengah.
Cinta Tak Terbalas
Hubungan antara Indonesia dengan negara-negara Timur Tengah sebetulnya memiliki ikatan emosional yang kuat. Hal ini terkait dengan posisi Mesir di era Gamal Abdul Nasser yang merupkan negara pertama di Timur Tengah yang mengakui kemerdekaan Indonesia pasca lepas dari Jepang. Hubungan Indonesia dengan negara-negara Timur Tengah kemudian mengalami pasang surut seiring dinamika politik dan keamanan yang ada di dunia internasional dengan munculnya dua blok yakni blok Barat (AS) dan blok Timur (Uni Soviet).
Dalam perjalanan sejarahnya, pemerintahan Soeharto lebih merapat ke Barat dan mengambil posisi kebijakan luar negeri yang lebih mendekat ke AS dan ke Eropa. Fenomena ini menjadikan hubungan Indonesia dengan negara-negara Timur Tengah menjadi kurang harmonis.
Hal yang sama juga dilakukan oleh negara-negara Timur Tengah terhadap Indonesia. Negara-negara Timur Tengah menganggap Indonesia bukan negara tujuan utama dalam kebijakan politik luar negeri sehingga mengakibatkan banyak investasi negara-negara Timur Tengah yang dimasukkan di AS dan negara-negara Eropa.
Pasca reformasi di Indonesia mulai di era Gus Dur sampai dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Indonesia mulai menunjukkan keinginan untuk merajut hubungan yang baik dengan negara-negara Timur Tengah seperti Iran, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Qatar. Tetapi, kunjungan kenegaraan mulai pemerintahan Gus Dur sampai dengan SBY hanya mendapatkan janji-janji manis dari negara-negara tersebut.
Fenomena tersebut kemudian berdampak pada kurang pedulinya negara-negara Timur Tengah dalam mengulurkan bantuan bencana-bencana yang ada di Indonesia. Masalah gempa Yogyakarta dan Padang memberikan bukti bahwa negara-negara yang pertama kali memberikan bantuan bukan dari negara-negara Timur Tengah tetapi dari Eropa, Jepang, Singapura, dan Australia.
Oragnisasi Deplu
Penempatan posisi Timur Tengah dalam organisasi Departemen Luar Negeri (Deplu) tidak berdiri sendiri, tetapi dalam satu naungan dengan wilayah Asia Pasifik dan Afrika. Hal ini mengindikasikan bahwa Timur Tengah tidak menjadi prioritas kebijakan dalam politik luar negeri Indonesia. Hal ini berdampak pada jumlah KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) di Timur Tengah.
Pemerintah Indonesia hanya memiliki 16 kedutaan di Timur Tengah. Mesir dan Arab Saudi menjadi KBRI kelas satu yang dibuktikan dengan penempatan DCM (deputy chief of the mission). Sementara yang lainnya hanya ada duta besar dengan lima sampai enam pejabat diplomatik. Untuk konsulat jenderal, Indonesia hanya menempatkan di Jeddah dan Dubai. Hal ini tentu berbeda dengan perlakuan Indonesai terhadap AS, selain satu KBRI di Washingthon, Indonesia juga menempatkan lima konjennya yakni di Los Angles, New York, San Fransisco, Houston, dan Chicago.
Fenomena cinta tak terbalas dan struktur di Deplu yang menempatakn Timur Tengah sebagai “kelas kedua” mengakibatkan renggangnya hubungan antara Indonesia dengan negara-negara di Timur Tengah sehingga hal ini berdampak pada minimnya bantuan negara-negara Timur Tengah dalam bencana-bencana di Indonesia khususnya gempa bumi di Yogyakarta dan Padang.
[1] Dosen Prodi Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.