Welcome to the Enlightening Idea

The very powerful word combining of media makes it very overwhelming to change of the world

Jumat, 28 November 2008

Obama, Lima, dan Krisis Dunia
Oleh : Fatkurrohman, M.Si

Pertemuan konferensi tingkat tinggi APEC (Asia Pacific Economic Cooperation) negara-negara Asia dan Amerika sedang dilangsungkan di Lima, Peru. Pertemuan yang dihadiri oleh 21 negara seperti Australia, Rusia, Singapura, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, Amerika Serikat, Vietnam, Jepang, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Papua Nugini, Peru, Filipina, Brunei, Kanada, Cile, Cina, Hongkong, dan Indonesia ini akan membahas tentang krisis keuangan yang sedang melanda dunia saat ini.
Tetapi, pertemuan tersebut tidak dihadiri oleh presiden terpilih Amerika Serikat Barack Hussein Obama atau pun perwakilanya seperti yang pernah dilakukanya pada pertemuan G-20 di Washington DC beberapa hari yang lalu. Dari perwakilan pemerintah Amerika Serikat hanya diwakili oleh George W. Bush yang menjadikan KTT ini sebagai agenda terakhir internasionalnya.
Kemudian yang menjadi pertanyaanya adalah bagaimana efektifitas pertemuan KTT APEC tanpa kehadiran Obama yang notabene merupakan presiden terpilih Amerika Serikat yang menjadi pusat krisis keuangan dunia?. Pertanyaan ini sangat menarik untuk dibicarakan karena ketidakhadiran Obama dalam forum tersebut tentunya akan menjadi palang pintu bagi para negara untuk merumuskan kebijakan dalam menangani krisis keuangan dewasa ini.
APEC merupaka forum yang terbentuk karena dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi dunia yang berubah secara cepat di Uni Soviet dan Eropa Timur. Adanya kekhawatiran gagalnya perundingan Putaran Uruguay (Uruguay Round) yang akan menimbulkan proteksionisme dengan munculnya kelompok regional serta timbulnya kecenderungan saling ketergantungan di antara negara-negara di kawasan Asia Pasifik.
Forum yang dibentuk pada tahun 1989 di Canbera, Australia ini telah melaksanakan langkah besar dalam menggalang kerjasama ekonomi sehingga menjadi suatu forum konsultasi, dialog dan sebagai lembaga informal yang tidak mengikat (not binding principles) yang mengakomodir tiga pilar kerjasama. Pertama, liberalisasi perdagangan dan investasi, kedua, fasilitasi perdagangan dan investasi, dan yang ketiga adalah kerja sama ekonomi dan teknik.
Pertemuan di Lima ini adalah KTT yang ke-20 yang sebelumnya pada tahun 2007 diselenggarakan di Sydney, Australia. KTT APEC tahun ini memiliki agenda penting yang akan mendorong munculnya sebuah deklarasi untuk meghindari hambatan baru bagi perdagangan di lingkup internasional dan regional.
Perdagangan merupakan instrumen paling penting bagi sebuah negara untuk mengembangkan roda perekonomian negaranya karena terkait langsung dengan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, maka banyak negara bahu membahu melakukan kerjasama ekonomi untuk meningkatkan volume perdagangan mereka setiap tahun. Munculnya krisis keuangan dunia yang terjadi di Amerika Serikat telah mengganggu jalanya perdagangan negara-negara dunia khususnya di wilayah Asia Pasifik.
Dua pilar kerjasama APEC terletak pada liberalisasi dan fasilitasi perdagangan dan investasi. Dua pilar ini diharapkan bisa menjadi semacam”pelumas” bagi terwujudnya kerjasama regional di kawasan Asia Pasifik secara maksimal. Tetapi, karena APEC meminjam istilah Kenneth W. Abbot dalam International Organization merupakan soft law, perjanjian internasional yang sangat lemah law enforcement-nya karena tidak mengikat, maka untuk efektifitas pelaksanaan hasil perundingan di Lima ini sangat diragukan.
Fakta tersebut masih diperparah dengan ketidakhadiran Barack Hussein Obama dalam KTT APEC yang seharusnya dia hadiri karena salah satu agenda pentingnya adalah penanganan terhadap krisis keuangan dunia yang dalam pertemuan G-20 di Washington DC telah dianggap gagal dalam merumuskan kebijakan yang tepat dalam penanganan krisis keuangan global.
Ketidakhadiran Obama dalam forum APEC kali ini tentunya memberikan preseden buruk bagi terwujudnya deklarasi dalam penanganan krisis keuangan yang sedang melanda dunia saat ini. Hal ini terjadi karena Obama yang baru resmi menjadi Presiden Amerika Serikat besok tanggal 20 Januari 2009 merupakan sosok yang mempunyai legitimasi kuat di dalam negeri AS. Selain itu, Obama juga dianggap sebagai “imam” bagi negara-negara lain.
Legitimasi kuat Obama di domestik AS bisa kita lihat dari sikapnya yang memilih Timothy Geither, Kepala Bank Sentral New York, sebagai calon menteri keuangan. Pilihan Obama ini kemudian direspon positif oleh bursa dunia, The Dow Jones, yang beberapa bulan terakhir mengalami penurunan yang sangat drastis. Ketika respon domestik membaik maka harapanya adalah ketika Obama menghadiri KTT APEC bisa menyelaraskan rumusan ekonominya dengan hasil pertemuan di Lima.
Absennya Obama dalam forum APEC semakin menambah ruwet persoalan ketika beberapa anggota APEC yang mestinya membahas tentang persoalan ekonomi justru membahas tentang isu nuklir Korea Utara (North Korea). Hal tersebut bisa dilihat dari kegiatan George W. Bush di forum ini yang lebih suka mengumpulkan negara-negara yang masuk dalam six parties talk untuk membicarakan denuklirisasi di semenanjung Korea daripada berbicara tentang persoalan ekonomi.
Penyimpangan agenda yang dilakukan oleh beberapa anggota APEC ini tentunya akan menjadi barrier bagi terwujudnya rumusan kebijakan yang optimal dalam menyelesaikan persoalan krisis keuangan dunia. Ketika para pemimpin ke-21 negara tersebut tidak begitu serius dalam membicarakan resep yang jitu dalam penanganan krisis keuangan yang terjadi saat ini maka pertemuan tersebut hanya akan menjadi pertemuan semacam “arisan” para kepala negara.
Ketidakhadiran Obama dalam forum KTT APEC di Lima dan lemahnya rejim internasional APEC yang hanya merupakan forum informal, dialog, dan konsultasi sehingga law enforcement-nya lemah menjadikan forum ini menjadi tidak signifikan dan tidak efektif. Berangkat dari hal yang tidak efektif tersebut maka mengharapkan forum ini bisa memecahkan persoalan krisis keungan dunia juga merupakan sesuatu yang sangat dipaksakan.
=============================================================
Penulis adalah dosen jurusan ilmu hubungan internasional yang mengajar mata kuliah politik kerjasama internasional di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan dosen Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta. Terima Kasih.
=============================================================







[1] Dosen Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta.